Review: City of Bones (Mortal Instruments #1)

City of Bones.    Photo by Goodreads

Judul: City of Bones (The Mortal Instruments #1)
Penulis: Cassandra Clare
Bahasa: Indonesia
Format: Paperback, 664 hal.
Penerbit: Ufuk Press (2010)
First Published: 2009
Genre: Young Adult, Fantasi
Sequel: City of Ashes (The Mortal Instruments #2)

Cerita

Clary Fray adalah gadis biasa dengan kehidupan yang sangat biasa. Namun dalam satu malam hidupnya telah berubah total. Saat sedang bersenang-senang di klab bersama sahabatnya, Simon, tanpa sengaja Clary menyaksikan perburuan iblis yang seharusnya tak dapat dilihat oleh mata manusianya.Lalu ibu Clary menghilang secara misterius dan ia sendiri nyaris terbunuh oleh iblis yang menyerangnya.

Clary dibawa ke sebuah institut pelatihan shadowhunter, kaum Nephilim yang berkomitmen untuk memburu iblis. Di sana ia bertemu Hodge Starkweather yang memegang banyak rahasia masa lalu ibu Clary. Ia juga berkenalan dengan para shadowhunter sebayanya. Jace si arogan yang diam-diam menawan hati Clary dan kakak-beradik Lightwood yang ia temui saat sedang beraksi di klab.

Clary mengetahui bahwa ibunya diculik oleh Valentine Morgenstern yang jahat. Demi menelusuri jejak ibunya, Clary harus menempuh bahaya, memasuki sarang iblis, dan mengunjungi city of bones.

Para Tokoh

Clarissa ‘Clary’ Fray
Played by Lily Collins

The-Mortal-Instruments-City-of-Bones-clary-fray-
Lily Collins as Clary Fray.

Gadis berambut merah dan jago melukis yang tiba-tiba dihadapkan pada masa lalu ibunya, terutama sejak ‘penglihatannya’ mulai muncul.

Jace Wayland
Played by Jamie Campbell Bower

01Jace
Jamie Campbell Bower as Jace Wayland.

Shadowhunter berambut pirang yang sinis, kasar, dan sangat percaya diri pada pesonanya. Jace kehilangan orangtuanya sejak masih kecil.

Simon Lewis
Played by Robert Sheehan

02Simon
Robert Sheehan as Simon Lewis.

Sejak kecil bersahabat dengan Clary. Simon memendam perasaan pada Clary sejak lama. Ia nekad mengikuti petualangan Clary demi memastikan gadis itu baik-baik saja, meskipun dia sendiri sama sekali tak memiliki kekuatan shadowhunter.

Alec Lightwood
Played by Kevin Zegers

01alec-lightwood
Kevin Zegers as Alec Lightwood.

Shadowhunter yang merupakan sahabat sekaligus partner Jace. Sejak dulu Alec menyukai Jace dan karenanya merasa cemburu pada Clary.

Isabelle Lightwood
Played by Jemima West

02Isabelle
Jemima West as Isabelle Lightwood.

Gadis seksi dan blak-blakan. Sangat menyayangi Alec, kakaknya dan Jace yang sudah seperti saudara baginya.

Hodge Starkweather
Played by Jared Harris
Instruktur Jace, Alec, dan Isabelle. Mantan anggota Circle yang dihukum dengan kutukan tak dapat meninggalkan institut.

Lucian ‘Luke’ Garroway
Played by Aidan Turner

Luke Garroway
Aidan Turner as Lucian ‘Luke’ Garroway.

Sudah dianggap seperti ayah sendiri oleh Clary. Mantan anggota Circle yang membantu ibu Clary melarikan diri dari para shadowhunter.

Valentine Morgenstern
Played by Jonathan Rhys Meyers

mortal_instruments_city_of_bones_valentine
Jonathan Rhys Meyers – Valentine Morgenstern.

Villain utama dalam kisah ini. Semacam Lord Voldemort dengan obsesi sakitnya untuk menghabisi seluruh downworlders.

Magnus Bane
Played by: Godfrey Gao

03Magnus
Godfrey Gao as Magnus Bane.

Magnus adalah warlock berumur ratusan tahun yang sangat kuat. Ialah yang memasang mantra untuk memblokir ingatan Clary.

1 Poin Untuk:

check signGood Story/Idea

cross signGood writing style

cross signWell-developed characters

cross signAdditional information/message

My Interest Level

heart rate32

City of Bones=Buffy+Harry Potter, But Hey, I Like It

Buffy The Vampire Slayer.

Meskipun aku mulai membaca buku ini dengan berbekal macam-macam opini negatif dan kontroversi yang terkait dengannya, bisa kubilang aku cukup menikmati membaca buku ini dan bisa mengatakan ceritanya bagus. Aku merasa setting dan konsep pemburu iblis di sini sangat Buffy ditambah bumbu Harry Potter di sana-sini (meskipun tentu saja tak adil membandingkan CoB dengan Harry Potter yang segala-galanya serba detil), dan menurutku itu bagus.

Urban fantasy dengan iblis yang berkeliaran pada malam hari seperti Underworld dan Blade memang selalu memiliki daya tarik tersendiri bagiku. Dan secara keseluruhan, konsep cerita City of Bones memang bagus. Aku suka bagian ketika para Shadowhunters berburu iblis di nightclub pada malam hari, hotel yang dihuni para vampir, warlock sakti berusia ratusan tahun yang menjalani kehidupan seperti bos nightclub, dan yang paling keren adalah rune, tato ajaib yang dirajahkan di tubuh para shadowhunter untuk meningkatkan kekuatan.

Photo by shift-ing.deviantart.com
Shadowhunter runes.  Photo by shift-ing.deviantart.com

Begitu mencermati para tokohnya, yah aku merasa karakter-karakternya kurang tergarap. Clary si heroine karakternya tidak jelas. Meskipun dijelaskan dia gadis remaja yang suka melukis, tak percaya diri dengan penampilannya, tak suka menuruti perintah, dan memiliki beberapa teman lelaki, tapi aku tetap bertanya-tanya ‘Clary ini sebenarnya orang yang bagaimana? Bagaimana pendapat tokoh lain tentang dia?. Tokoh-tokoh yang lain seperti Alec, Isabelle, dan Simon juga begitu.

Photo by www.thegalleryofheroes.com
Lily Collins as Clary Fray.  Photo by http://www.thegalleryofheroes.com

Mengenai Jace si hero, aku merasa dia benar-benar Chuck Bass-nya Gossip Girl yang berusaha menjadi Draco Malfoy. Aku suka hero yang arogan, tapi aku tidak suka hero yang narsis terhadap penampilannya seperti ini. Yah bisa dibilang Jace ini tokoh bad boy yang arogan dalam cara yang norak.

Photo by mortalinstruments.org
Jamie Campbell Bower as Jace.  Photo by mortalinstruments.org

Belum lagi soal antagonisnya, Valentine Morgenstern. Hanya dengan beberapa deskripsi kurasa semua orang juga bisa menyimpulkan kalau dia adalah Voldemort minus schizophrenic denial atas darah muggle-nya. Villain utama, tapi karakternya kurang kompleks. Juga kurang punya villain attitude, sehingga aku merasa adegan pertemuan Jace-Clary dengan Valentine yang seharusnya jadi klimaks malah datar-datar saja. Coba mas Jonathan belajar dulu sama mas Tom Hiddleston alias Loki. 😀

Another Fanfic Turned to Original Piece?

Dengar-dengar Mortal Instruments ini adalah fanfic Harry Potter yang tadinya dilabeli Draco Trilogy, dengan tokoh utama Draco Malfoy dan Ginny Weasley. Meskipun begitu banyak yang mengklaim kalau ini benar-benar karya original dengan karakter yang mirip dengan Draco Trilogy. Dan tentu saja, ini adalah serial yang dipenuhi kontroversi dengan adanya isu plagiarisme dan internet bullying brutal antara Clare-Clare Fandom-Clare Haters.

Secara pribadi, aku tidak keberatan dengan fanfic yang diterbitkan menjadi karya original, selama ia tidak lagi mengutip dialog atau narasi dari karya originalnya. Lagipula, pada akhirnya yang penting cuma karya itu bagus atau tidak. Seperti Gabriel’s Inferno yang menurutku jauh lebih bagus dari karya aslinya, si Twilight.

Aku sempat browsing plagiarisme yang dituduhkan pada Clare, dan setelah dibandingkan memang tampaknya dia mencomot dialog dan narasi dari mana-mana, nyaris seperti copy paste. Inilah yang menurutku tidak fair, apalagi jika si penulis tidak bersedia mengakui kesalahannya. Apalagi sampai memperpanjang kesalahan itu menjadi enam buku Mortal Instruments, tiga buku prequel berjudul Infernal Devices, dan entah berapa buku lagi tentang shadowhunters, donworlders, dan Magnus Bane.

Poor Dialogues Everywhere

Buku ini meskipun banyak dipuji karena konsep dan plotnya, juga dikritik atas ‘poor prose‘-nya. Aku tidak yakin mengerti maksudnya. Hehehe. Tapi memang ada yang terasa sangat mengganggu dalam penyampaian City of Bones ini. Clare sepertinya cenderung menjelaskan segala hal, termasuk hal-hal yang mestinya dijelaskan dengan narasi orang ketiga melalui dialog langsung para tokoh.

Misalnya saja ketika Clare berniat menjelaskan sejarah The Circle atau situasi hubungan shadowhunters-underworlders. Ia menyampaikannya secara detil dalam dialog antara Jace dan Hodge yang sama-sama sudah sangat paham akan hal itu. Rasanya aneh sekali, membuat dialog-dialog City of Bones terasa dipaksakan. Kalau di film, ini seperti si tokoh tiba-tiba menoleh dan berbicara secara langsung kepada penonton melalui layar tivi.

Sudah begitu, terjemahannya kurang bagus pula. Tampaknya si translator berusaha mempertahankan strukur kalimat dalam bahasa Inggris. Ini membuat kalimat yang seharusnya bisa dijelaskan dalam kalimat berbahasa Indonesia sederhana malah jadi berbelit-belit dan seringkali susah dimengerti.

Satu lagi, aku merasa terganggu dengan kata ‘pesona’ yang diucapkan Jace dan Clary beberapa kali. Dilihat dari konteks dialognya, sepertinya si penerjemah salah menafsirkan ‘charm’ (mantra) dengan ‘charm (pesona). Masa iya ingatan masa kecil seseorang bisa terblokir karena ‘terpesona’?

Why City of Bones?

City of Bones, City of Ashes, Glass, Fallen Angels, Lost Souls, dan Heavenly Fire. Nama-nama kota yang terdengar puitis dan pastinya menarik minat pembaca. Tapi lagi-lagi aku bertanya, kenapa judulnya harus City of Bones? Mengingat begitu sedikitnya kemunculan kota ini di buku dan begitu singkatnya kunjungan para tokoh ke tempat tersebut.

What’s a Nephilim?

Nephilim. Nama ini sering sekali disebutkan dalam novel fantasi. Setidaknya aku menemukan ini di Hush, Hush dan Return of Eve. Lalu sekarang aku menemuinya di City of Bones. Dari semua buku itu, tak banyak yang bisa kuketahui selain bahwa Nephilim adalah semacam makhluk hibrida malaikat-manusia. Jadi aku mencoba menelusurinya.

Photo by angels-angelology.com
Nephilim.  Photo by angels-angelology.com

Ternyata Nephilim adalah makhluk yang muncul dalam berbagai manuskrip kuno, seperti beberapa Injil, gulungan Laut Mati, dan kitab Yahudi. Interpretasi tentang nephilim bermacam-macam. Ada yang menyebutnya kaum raksasa, anak Tuhan, para malaikat yg dibuang ke bumi, atau manusia hasil perkawinan malaikat dan perempuan manusia.

Biasanya fiksi bertema fantasi mengambil pengertian nephilim sebagai malaikat yang dibuang ke bumi atau fallen angels. Melihat judul Mortal Instruments yang keempat, City of Fallen Angels, tampaknya pengertian itu juga yang diadopsi oleh Cassandra Clare.

About Magnus Bane and His Birth

Photo by d21u.deviantart.com
Magnus Bane.  Photo by d21u.deviantart.com

Saat browsing tentang City of Bones, aku menemukan penjelasan tentang Magnus Bane, yang ternyata berdarah Indonesia-Belanda. Aku tak ingat apakah hal ini diceritakan di City of Bones karena banyak halaman yang aku skip (hehehe), atau dijelaskan di buku-buku selanjutnya. Yang menarik, Magnus diceritakan berumur 800 tahun dan lahir pada zaman Hindia Belanda. Kita semua yang orang Indonesia pasti tahu ya, kalau Hindia Belanda itu berdirinya tidak mungkin lebih dari 400 tahun lalu, karena penjajahan Belanda di Indonesia itu sekitar 350 tahun.

Aku tidak akan heran kalau seandainya Clare melakukan kesalahan kecil tapi penting ini gara-gara asal mencomot informasi dari artikel. Misalnya artikel tentang biografi Mata Hari (yang pernah tinggal di Hindia Belanda dan mengaku-ngaku keturunan Indonesia-Belanda). Do proper research, Clare.

FYI, di filmnya Magnus Bane, warlock sakti yang suka bergenit-genit sama cowok dan berpenampilan seperti Sonic The Hedgehog dengan celana bermotif pelangi ini diperankan oleh Godfrey Gao, aktor Taiwan berdarah campuran bule (kalo pernah lihat drama Queen of SOP pasti tahu).

Kenapa malah orang Taiwan yang dipilih? Yah seperti yang kita tahu, orang barat kesulitan membedakan antara orang Asia Tenggara dan Asia timur alias Cina dan tetangga-tetangganya. Jadi jangan heran kalau hampir semua tokoh Indonesia, Malaysia, atau Thailand di film Hollywood diperankan aktor Mandarin. Lihat saja Anna and The King dan Anaconda: Hunts for the Blood Orchid.

Mortal Instruments: City of Bones The Movie

Film City of Bones tayang pada bulan Agustus 2013. Sinematografinya menurutku lumayan bagus, eye catchy lah. Seperti yang aku bilang, terlepas dari segala kekurangan dalam penulisan dan originalitasnya, cerita ini cukup menarik dan seru. Filmnya cukup sesuai bayanganku, tidak banyak yang aku keluhkan dari filmnya. Tapi ini pendapat pribadiku yang bukan fans berat Mortal Instruments.

Walaupun filmnya cukup sesuai dengan novel, bukan berarti ini termsuk film terbaik yang aku tonton, ya. Entah kenapa rasanya fim ini kurang greget. Mungkin karena chemistry Jace dan Clary yang kurang terasa. Padaahal waktu produksi film ini Lily Collins dan Jamie Campbell Bower lagi pacaran, lho.

Aku justru tertarik sama Alec dan Magnus. Interaksi dua orang ini di filmnya, yang sebenarnya cuma beberapa detik, justru jadi scene stealer. Kita semua tahu lah ya, kalau dua orang ini pasti nantinya ada apa-apa. Dan menurutku mereka cukup cocok, kok.

Aku sebenarnya agak gimana gitu sama deskripsi Magnus Bane di novelnya. Rambut warna-warni dan jabrik, trus pake celana pelangi. Rempong, deh, kedengarannya. Tapi di filmnya ternyata dia keren, kok (kecuali hot pants-nya yang nggak banget). Aku jadi pengen baca Bane Chronicles demi lebih mengenal warlock satu ini.

Aku juga cukup suka aktingnya Kevin Zegers sebagai Alec. Dia menampilkan sedikit kerapuhan yang memang aku bayangin dimiliki Alec.

Oiya, sekedar trivia gak penting dari Mortal Instruments:

Lily Collins yang pernah pacaran sama Jamie Campbell Bower memerankan Clary Fray, dan Clary adalah karakter jiplakan Ginny Weasley (gosipnya gitu) yang diperankan oleh Bonnie Wright. Bonnie Wright juga sempat membatalkan pertunangan sama si Jamie Campbell Bower. What a coincidence.

Lily Collins - Jamie Campbell Bower. Photo by Justjared.com
Lily Collins – Jamie Campbell Bower.  Photo by Justjared.com
Bonnie Wright - Jamie Campbell Bower. Photo by twifans.com
Bonnie Wright – Jamie Campbell Bower.   Photo by twifans.com

17 thoughts on “Review: City of Bones (Mortal Instruments #1)

  1. kayanya filmnya keren, berdasarkan trailernya doang sih, pemain-pemainnya sekilas kece kece, hehehe. tapi jujur aku belum baca buku-bukunya mortal instruments. kira-kira kakak ngerekomendasiin nggak? penasaran juga sama jalan ceritanya terlepas sama isu-isu plagiarismenya…
    perkenalkan saya reviewer novel yang masih pemula, if you don’t mind please follow my blog back ^^ review kakak detil banget, masih harus ada perbaikan nih punya aku 😀 anyway, thanks for this awesome article!

    Like

    1. Makasih udah mampir ya..Hehehe..
      Sama dong, aku juga masih tergolong pemula, nih. Salam kenal ya.. 😀
      Baca aja, ceritanya seru & plotnya cepet. Jadi sebetulnya gampang banget dinikmatin kok (asal kamu nggak terlalu ngarepin kualitas dari segi penulisan)..
      Aku juga nungguin filmnya nih. Kayaknya keren..

      Like

      1. iya kak salam kenal juga 😀
        wah jadi makin penasaran nih, tapi aku mau ngelanjutin TVD dulu, kakak suka vampire diaries juga kah?
        bentar lagi release ^^

        Like

      2. Aku suka banget tv seriesnya. Tp blakangan ini cuma suka nonton scenes-nya Klaus sama Caroline. Hahaha…
        Eh kamu nggak berminat jadi anggota Blogger Buku Indonesia juga??

        Like

      3. Maksudnya masuk komunitas blogger buku indonesia gitu. Kan sayang kalau review bukunya cuma dibaca sendiri. Kalo jadi anggota kan bisa ngadain meme bareng2. Baca bareng, posting buku apa aja yg lagi dipengenin, buku apa yg direkomen buat dibaca, atau posting apa aja yg berkaitan dengan buku. Lagian kadang suka bagi2 buku baru dr penerbit buat direview atau giveaway (itu bagian yg paling aku suka). Hehehhe..

        Like

  2. Mbak, salah tuh yang tentang nephilim. Kalau di mortal instruments, Nephilim itu titisan malaikat. Jadi mereka sebenernya manusia biasa tapi suatu saat mereka minum darah malaikat( angel raziel ) jadinya mereka berdarah campuran malaikat. Nah, anak-anak dari nephilim itu juga jadi nephilim. Btw semua shadowhunters itu itu nephilim. Nephilim = shadowhunter

    Like

  3. Oh iya satu lagi.. Pesona itu bukan charm di buku versi aslinya (bahasa inggris) disana disebutinnya glamour. Jadi kayaknya gak salah-salah banget kalo di translate gitu..

    Like

  4. Mbak, apa gak berniat buat review yang versi series tv? Aku nonton yang itu soalnya, dan menurutku bagus banget. Cuma kan aku gak tau novelnya gimana, jadi pengen baca review dari mbaknya.

    Like

      1. Belum lanjut karena belum sempet atau karena gak suka mbak???
        Aq selesain 3 season dalam seminggu soalnya, keren banget.

        Like

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.