[Review buku & film]: Confessions (Kanae Minato), Thriller Ganjil dari Masyarakat yang Disfungsional

You’ll never look at a classroom the same way again.

51TydySJn-L._SY344_BO1,204,203,200_
Confessions (Kokuhaku).  © Mulholland Books

Judul:  Confessions
Penulis: Kanae Minato
Bahasa: Inggris
Format: ebook, 288 hal.
Penerbit: Mulholland Books (2014)
First published: Jepang – 2008
Genre: thriller, drama, fiksi

Cerita

Her pupils killed her daughter. Now, she will have her revenge.

After an engagement that ended in tragedy, all Yuko Moriguchi had to live for was her four-year-old child, Manami. Now, after a heartbreaking accident on the grounds of the middle school where she teaches, Yuko has given up and tendered her resignation.

But first, she has one last lecture to deliver. She tells a story that will upend everything her students ever thought they knew about two of their peers, and sets in motion a maniacal plot for revenge.

Narrated in alternating voices, with twists you’ll never see coming, Confessions probes the limits of punishment, despair, and tragic love, culminating in a harrowing confrontation between teacher and student that will place the occupants of an entire school in harm’s way. You’ll never look at a classroom the same way again.

kokuhaku collage

5 Points for:

Story

Setting

Characterization

Writing style

Moral/interesting trivia

Level of Interest

Review

Buku ini baru sempat terbaca kemarin, sewaktu saya harus berbaring di kasur seharian karena sakit pinggang akut. Saya langsung terpikat dan menyelesaikan membacanya dalam semalam. Dan saya pikir saya harus menulis review sekarang juga, selagi sensasi yang saya dapat setelah membaca Confessions masih segar di pikiran.

Jalan cerita

Seperti yang saya katakan pada judul posting-an ini, Confessions adalah kisah yang ganjil. Selama ini saya berpikir kalau Battle Royale dan Gone Girl adalah buku paling disturbing yang pernah saya baca. Kedua buku itu meninggalkan emosi mendalam, sehingga saya sering menyebut keduanya dalam ulasan-ulasan saya. Tapi Confessions jauh lebih disturbing daripada dua buku itu. Kenapa? Karena Battle Royale adalah kisah kekerasan yang terjadi di alternate dystopian world (yang berarti itu hanya fiksi), sedangkan gelapnya cerita Gone Girl hanya berputar pada dua orang dalam satu keluarga (meskipun saya pikir faktor lingkungan sekitar juga yang menjadikan Nick dan Amy ‘sakit’). Tapi dalam Confessions, suasana mencekam yang saya baca serasa nyata.

Kisah Confessions sebenarnya hanya berkisar pada suatu kelas di SMP di kota kecil Jepang. Tapi semakin kita mengikuti kisah mereka, semakin kita menyadari bahwa kelas dan keluarga dalam Confessions adalah representasi dari suatu komunitas masyarakat. Sebuah masyarakat disfungsional yang memiliki banyak kesamaan dengan masyarakat kita. Pembunuhan Manami, putri kecil Yuko Moriguchi secara otomatis mengingatkan saya akan kasus-kasus pembunuhan oleh anak di bawah umur yang semakin sering kita lihat di berita televisi.

Menurut saya ini benar-benar menakutkan. Apa yang terjadi dalam buku ini dapat terjadi di mana saja dalam kehidupan nyata. Melalui narasi para tokoh dalam buku ini, kita dapat merasakan bahwa bahaya semacam ini  juga mengintai dalam kehidupan sehari-hari yang kita jalani.

Penulisan

Sekarang kembali ke gaya penulisan buku ini. Akan lebih mudah bagi kita sebagai pembaca untuk membentuk opini jika Minato menuliskan Confessions dari sudut pandang orang ketiga atau POV dari salah satu karakter saja. Itulah yang selalu kita lakukan dalam kehidupan nyata ketika kita melihat reportase tentang pembunuhan oleh remaja. Pilih satu pihak, si korban atau si pembunuh. Dia pembunuh berdarah dingin dan orang tuanya harus bertanggung jawab karena tidak mendidik dia dengan benar. Tidak, Minato tidak ingin mendorong kita ke arah itu. Minato menuliskan kisah Confessions dari berbagai sudut pandang supaya kita menyadari bahwa selalu ada banyak sisi, banyak lapisan dari setiap cerita.

Semua karakter memiliki versi berbeda atas satu kasus yang sama, pembunuhan Manami. Semakin banyak halaman yang kita balik, semakin sulit bagi kita untuk berpihak pada salah satu tokoh saja, apalagi membangun sebuah opini.

Semakin saya mendalami cerita Confessions, semakin saya menyadari bahwa kasus ini adalah aftermath effect atas begitu banyak kekeliruan yang menumpuk dalam sistem masyarakat di mana para tokoh Confessions tinggal. Ini bukan melulu kesalahan si anak atau orang tua. 

Saya bahkan tidak bisa sepenuhnya bersimpati Moriguchi, narator pertama yang tadinya terlihat seperti korban yang paling menderita. Saya tidak bisa memuji betapa briliannya pembalasan dendam Moriguchi yang sukses mempermainkan sisi psikologis para siswa sampai mereka ‘menghancurkan’ diri sendiri. Ini bukan spoiler, kok. Saat membaca sinopsis dan beberapa halaman pertama kalian pasti sudah menyadari kalau Moriguchi memiliki niatan untuk balas dendam dan yang ada di pikirannya jelas bukan pembunuhan.

Sampai akhir buku, saya tetap merasa disturbed dan bertanya-tanya. Siapa yang harus disalahkan jika semua orang salah dan benar pada saat yang sama? Yang paling buruk, Confessions bisa terjadi dalam kehidupan nyata.

Confessions: The Movie

Saya membaca Kokuhaku alias Confessions yang diterjemahkan ke bahasa Inggris. Buku ini diterbitkan pada tahun 2014. Tapi rilisan pertamanya keluar di tahun 2008 dan telah diadaptasi ke layar lebar pada tahun 2010. Bintang utamanya adalah Takako Matsu yang berperan sebagai Yuko Moriguchi. Saya sempat mengintip rating dan review film Confessions. Kelihatannya film ini memenangkan banyak penghargaan. Sempat jadi perwakilan Jepang di ajang Academy Awards 2011. Ratingnya di berbagai situs yang mengulas film pun cukup tinggi.

Saya menonton film ini beberapa hari setelah menulis ulasan ini. Tak hanya menangkap esensi cerita dengan baik, film ini bahkan mengemas Confessions menjadi tontonan yang tak terlupakan. Benar-benar menegangkan dan bikin miris. Suram, tetapi di saat yang sama juga indah.

Tetsuya Nakashima, sang sutradara bisa mewujudkan sinematografi yang begitu artistik dengan bangunan sekolah Jepang yang membosankan itu. Pencahayaan yang redup, penuh adegan slow motion menjadikan film ini bak video musik band gothic yang digarap dengan sangat apik.

Saya perhatikan karakter murid-murid Moriguchi juga diperankan oleh aktor yang benar-benar masih remaja. Kelihatan masih benar-benar SMP.  Tidak seperti Battle Royale di mana ceritanya sedikit diubah, dari kelas tiga SMP diubah menjadi anak-anak SMA.

kokuhaku-collage-wb
Confessions.   Photo credit: Rogerebert.com

Akting para aktornya juga sangat meyakinkan. Tak hanya Takako Matsu yang memerankan Moriguchi. Aktor-aktris yang memerankan murid-murid di sini juga mencuri perhatian.

Pokoknya film ini benar-benar top. layak mendapatkan semua penghargaan yang sudah diraihnya selama ini.

Sekilas tentang Kanae Minato, sang Penulis

Kanae Minato adalah mantan guru yang banting setir jadi penulis. Dia menulis Confessions alias Kokuhaku sebagai novel debut. Setelah rilis, buku ini segera menjadi sensasi di dunia literasi Jepang.

Ketika mengetahui kalau Minato adalah seorang guru, saya langsung bertanya-tanya apakah dia punya kenangan yang menyakitkan di masa-masa mengajarnya. Apakah cerita Moriguchi ini entah bagaimana berdasarkan pengalaman Minato sendiri?

Kanae Minato. © istimewa

Tapi ternyata Minato cuma penggemar genre misteri dan thriller sejak remaja. Di Jepang, Minato dianggap sebagai ratunya iyamisu. Tahu sendirilah, buku-buku yang pembunuhnya bukan tipikal psikopat murni seperti Hannibal Lecter, tapi justru orang-orang paling tak terduga. Dengan kata lain, Kanae Minato adalah Gillian Flynn-nya Jepang.

4 thoughts on “[Review buku & film]: Confessions (Kanae Minato), Thriller Ganjil dari Masyarakat yang Disfungsional

  1. entah kenapa saya keknya pernah nobar filmnya sama anak-anak animac di 2011 dan settingnya pas juga. Tapi aku lupa detailnya karena mikir itu film horror x_x

    Like

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.