
“Perfection, perfection and perfection. Tiga jurus mencapai kualitas hidup terbaik.”
Judul: Pintu Terlarang
Penulis: Sekar Ayu Asmara
Bahasa: Indonesia
Format: paperback,264 hal.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2009)
Genre: psychological thriller, misteri
Cerita
Synopsis taken from Goodreads:
Gambir, pematung nomor wahid, mulai merasakan keganjilan-keganjilan dalam kehidupannya. Istrinya, Talyda, seakan mengombang-ambingkan pernikahan mereka dalam permainan yang penuh siasat dan tipu daya.
Kemasyhuran yang mengikuti Gambir sebagai pematung ternyata berasal dari rahasia masa lalu. Penemuan sebuah pintu terlarang di dalam studionya membuat Gambir semakin yakin ada kekuatan gelap yang hendak menghancurkannya. Dan ia mulai mencurigai Talyda berada di balik semuanya.
Kehidupan Pusparanti, jurnalis majalah gaya hidup, berubah ketika ia bertugas menyelidiki korban kekerasan pada anak-anak. Apalagi ketika hubungan cintanya dengan Dion, duda beranak satu, mulai menunjukkan banyak kemiripan dengan liputannya.
Ketika mengetahui perselingkuhan Talyda, Gambir mulai merencanakan pembalasan. Sementara itu, akhirnya Dion memaksa Pusparanti mengambil keputusan terpenting dalam hidupnya.
Di saat itulah kehidupan Gambir dan Pusparanti mulai bersentuhan. Dan kebenaran-kebenaran yang selama ini terselubung lapisan semu mulai menampakkan kebenaran demi kebenaran.
4 Points for:
Story
Setting
Characterization
Writing style
Moral/interesting trivia
Level of Interest
My Review
Rasanya membaca judul review ini saja sudah cukup untuk memberikan spoiler bagi siapapun yang belum pernah membaca atau menonton film Pintu Terlarang. Buku ini sebenarnya sudah cukup lama terbit. Jauh sebelum Kembar Keempat yang bikin saya terheran-heran dengan absurditas seorang Sekar Ayu Asmara. Tapi saya beru berkesempatan membaca buku ini di tahun 2015 dan lagi-lagi dibuat ternganga oleh cerita rekaan Sekar.
Seperti Kembar Keempat dan film Belahan Jiwa yang skenarionya juga ditulis SAS, Pintu Terlarang menyuguhkan multiple twists. Terlalu banyak kejutan gelap yang akhirnya membuat saya merasa suram setelah bertemu kata TAMAT. Kalau harus disimpulkan dalam satu kalimat, membaca karya-karya SAS seperti mencoba menyelami alam pikiran seorang pasien schizophrenia. Pintu Terlarang ini juga menyajikan sensasi yang sama bagi saya.
Pembaca diajak mengikuti kehidupan rumah tangga Gambir dan Talyda yang terlihat sempurna dari luar. Namun semakin jauh pembaca ‘mengintip’ keseharian pasangan ini, semakin terasa ada yang tak beres. Terlalu banyak hal ganjil yang membuat kita bertanya-tanya, apa yang sebenarnya disembunyikan Gambir dan Talyda. Pemikiran-pemikiran keduanya terasa tak wajar, begitupun interaksi mereka dengan tokoh-tokoh lain. Belum lagi kisah Pusparanti dan Dion yang masih belum terlihat benang merahnya dengan Gambir-Talyda. Siapa pula anak lelaki yang terus-terusan mendapat siksaan kejam dari ayah-ibunya itu?
Semakin banyak halaman yang kita balik, semakin terasa absurd keseluruhan ceritanya. Tapi kita akan dibuat semakin bertanya-tanya dan tergoda untuk terus membaca halaman selanjutnya. Dan sampai halaman terakhir pun, kita masih dibuat ternganga dengan plot twist yang tak terduga.
Buku ini benar-benar sukses membuat perasaan saya campur aduk. Yang pasti, saya tidak merekomendasikan buku ini untuk siapapun yang sedang suntuk atau butuh bacaan ringan. Siapapun yang merasa frustrasi setelah membaca Norwegian Wood sebaiknya juga menjauhi buku ini, kecuali kalau kalian memang ketagihan sensasi suram yang memang jadi keahliannya Sekar Ayu Asmara.
Pintu Terlarang The Movie
Mungkin sebagian orang menonton film Pintu Terlarang sebelum membaca bukunya. Saya sendiri belum pernah menonton filmnya sampai sekarang.
Film ini rilis pada tahun 2009. Gambir dan Talyda yang jadi tokoh sentral dibintangi oleh Fachri Albar dan Marsha Timothy. Saat itu keduanya masih jadi pasangan artis yang dipuji-puji ideal bak Kristen Stewart-Robert Pattinson pada masa-masa Twilight.

Dari sinopsis yang saya baca, tampaknya ada sedikit penyesuaian dari segi cerita. Tetapi tampaknya perubahan tersebut tak sampai membuat inti cerita berubah.


Film ini menuai banyak pujian dari kritikus. Berhasil menggondol FFI 2009 dan Puchon Intenational Fantastic Film Pestival. Bahkan sempat diputar di International Film Festival Rotterdam.
Aku baca buku ini sudah lamaaa banget. Trus kapa itu bela-belain nonton filmnya pas baru keluar, dan ga suka sama filmnya.
LikeLike
Oya? Emang filmnya kayak gimana sih? Penasaran.
LikeLike
Apa ya? Terlalu berdarah-darah. Hehehe
LikeLike
Oalah berasa gore gitu ya.. *makin pengen liat 😀
LikeLike
Coba cr aja di yutub. Mgkn ada
LikeLike
hahah iya. Aku cari deh.
LikeLike