Lho, lho, saking lamanya nggak posting, tahu-tahu WordPress sudah diakuisisi perusahaan lain.
Mau ganti platform, malas! Soalnya blog ini banyak riwayatnya. Ya, sudah! Sementara di sini aja dulu.
Kali ini saya bukan mau review buku. Cuma cerita-cerita sedikit soal tempat-tempat di manga dan buku yang sudah pernah saya kunjungi.
Pas jalan-jalan jauh kemarin, saya memang request beberapa book-related spots ke temen yang bagian ngatur itinerary.
Spot pertama yang mau saya ceritakan adalah Sanyodo Shoten atau Sanyodo Book Store.
Ini adalah toko buku tertua di Shibuya yang berhasil selamat dari serangan udara di masa Perang Dunia II.
Toko ini sempat menjadi tempat berlindung puluhan warga dari serangan udara yang meluluhlantakkan Shibuya di tahun 1945.
Toko Buku Vintage di Antara Butik Brand Fashion Dunia yang Mendominasi Omotesando
Sanyodo Shoten berlokasi di ujung Omotesando, tepat di persimpangan yang berseberangan dengan Omotesando Station.
Toko buku ini bisa dicapai dengan jalan kaki sekitar 1 km dari Shibuya Station atau 1,5 km dari Harajuku Station.
Idealnya, turun di Harajuku Station, terus mampir ke Meiji-jingu (Meiji Shrine) di Harajuku.
Ada lentera batu besar yang menandai pangkal Omotesando di sana. Nah, lentera batu yang menandai ujungnya ada di sebelah Sanyodo Shoten tadi.
Sanyodo Shoten kelihatan mencolok berdampingan dengan gedung-gedung tinggi dan toko brand fashion yang bernuansa modern.
Tampak luarnya khas, karena berdinding bata merah tanpa polesan semen.
Toko Buku di Lantai Pertama, Kafe dengan View Omotesando di Lantai Dua
Bangunan Sanyodo Shoten atau Sanyodo Book Store ini dulunya jauh lebih besar, tapi luasnya yang sekarang tinggal seperempat bangunan asli.
Rupanya, toko ini sempat digusur untuk proyek pelebaran jalan.
Walaupun begitu, Sanyodo Shoten masih mempertahankan desain lawasnya.
Bangunan toko terdiri dari dua lantai. Lantai pertama difungsikan sebagai toko buku.
Bagian atas toko difungsikan sebagai galeri dan kafe.
Saya sengaja nggak masuk, karena sungkan kalau nggak beli apa-apa. Bisa foto-foto saja sudah puas.
Sejarah Singkat Sanyodo Shoten Omotesando
Sanyodo Book Store Omotesando didirikan oleh Manno Sonjiro pada 1891. Jadi, toko ini sudah beroperasi selama 130 tahun.
Setelah menjual surat kabar selama bertahun-tahun, Manno Sonjiro memutuskan untuk membuka toko buku.
Saat Sanyodo Shoten mulai beroperasi, kawasan tersebut bahkan belum dinamai Omotesando.
Jalan di Omotesando baru rampung dibangun pada 1920.
Meiji-jingu yang jadi salah satu kuil paling ramai wisatawan di kawasan tersebut juga belum berdiri.
Pada 1931, bangunan toko Sanyodo Shoten digeser untuk memberi ruang buat pelebaran jalan Miyuki-dori.
Bangunannya ikut direnovasi, ditambahkan kerangka baja sebagai penguat.
Struktur bangunan toko yang baru terbukti kuat, karena Sanyodo Shoten masih berdiri tegak saat serangan udara meratakan kawasan Aoyama dan Omotesando pada tahun 1945.
Selamatkan Puluhan Warga dari Serangan Udara 25 Mei 1945
Tanggal 25 Mei 1945 adalah peristiwa bersejarah dalam Perang Dunia II yang kemudian dikenal sebagai Great Yamanote Air Raid.
Ini adalah puncak dari serangkaian serangan udara yang dilancarkan tentara Amerika Serikat di Tokyo sejak bulan Maret.
Saat serangan udara terjadi, Omotesando berubah jadi lautan api dalam sekejap. Mayat bergelimpangan di sepanjang jalan.
Sebagian besar bangunan di sana sudah rata dengan tanah.Namun, struktur bangunan yang kokoh membuat Sanyodo Shoten selamat.
Puluhan warga yang berhasil menghindari bom bersembunyi di dalamnya. Buat mencegah api masuk, warga mengoper teko berisi air untuk membasahi buku-buku dan minum secara bergantian sepanjang malam.
Keesokan harinya setelah api mulai padam, mereka baru berani keluar dari toko. Saat itu, lentera batu di dekat toko sudah dipenuhi tumpukan jenazah yang hangus.
Jumlah mayat terbanyak berada di depan Mizuho Bank. Puluhtan tahun kemudian, monumen peringatan Great Yamanote Air Raid dibangun di pelataran Mizuho Bank.
Sanyodo Shoten dan Omotesando di Hai, Miiko! vs Kenyataan
Sejarah Sanyodo Shoten pertama kali saya baca di manga Hai, Miiko! volume 29. Pada salah satu bab, Miiko dan Mari-chan diajak mama Miiko main ke Omotesando.
Mama sedang riset tentang Sanyodo Shoten buat salah satu penulis yang ditanganinya. Jadi, Miiko dan Mari-chan menunggu di lentera batu, terus ketiduran, dan mimpi tentang serangan udara 25 Mei 1945.
Begini penampakan lentera batunya. Letaknya di sebelah pos polisi dan pintu A3 Omotesando Subway Station.
Bagian samping toko dihiasi mural seperti di buku cergam anak-anak. Sayangnya, pas saya ke sana malah ketutupan papan iklan gerai brand Loewe di sebelahnya.
Tapi, papan iklannya nggak nempel tembok. Jadi, sebenarnya muralnya nggak ditempa.
Sebelum ke Sanyodo Shoten, tentunya saya lewat Omotesando dulu seperti rute Miiko dan Mari-chan.
Miiko dan Mari-chan mendeskripsikan Omotesando sebagai jalan yang “berkilauan” dan “terkesan dewasa”. Kawasan ini disebut “Champs-Élysées-nya Tokyo”.
Omotesando sebenarnya cuma ruas jalan dengan deretan pepohonan yang cukup scenic, tapi nggak sebegitu keren juga, sih.
Kawasan ini terkenal sebagai pusat perbelanjaan terbesar kedua setelah Ginza. Kalau Ginza didominasi department store, Omotesando terasa lebih mewah, karena isinya butik brand high end melulu. Yves Saint Laurent, Chanel, Jimmy Choo, Maison Margiela, sampai Dior berderet dari pangkal hingga ujung.
Anak-anak muda yang jalan kaki di sana juga kelihatan sangat fashionable. Street fashion-nya beragam, mulai dari autumn street style yang senapas dengan gaya cewe-cewe Jaksel, Harajuku style, Lolita, sampai Gyaru yang pakemnya over-tanned skin dan riasan serba medok.
Barangkali fenomenanya mirip dengan Citayam Fashion Week, cuma lebih variatif.
Sanyodo Shoten ini jaraknya cuma beberapa bangunan dari store Loewe. Nah, di tengah-tengahnya nyempil Akiba Shrine yang kelihatan masih baru.
Kuil kecil ini katanya didirikan untuk memuja dewa Inari, Akiba, dan Mitake. Mereka ini dipercaya sebagai dewa penjaga Aoyama dan pelindung dari api. Mungkin ada kaitannya dengan peristiwa Great Yamanote Air Raid tadi, ya?
Sebelum ke Omotesando dan Sanyodo Shoten, sebenarnya Miiko dan Mari-chan juga diceritakan main ke Takeshita Street dulu.
Saya juga mampir, sih! Tapi, nggak sempat ambil foto yang proper. Tempat itu ramenya nggak ketulungan, mirip pasar malam di akhir pekan.
Takeshita Street ini sebenarnya pusat perbelanjaan juga. Isinya toko suvenir, pet cafe, toko kosmetik, gerai street food, dan restoran fast-food macam McDonald’s. Pengunjungnya kebanyakan keluarga dan anak-anak usia SD atau SMP.
Anehnya, saya ketemu banyak banget keluarga Indonesia di sini. Bahkan penjaga toko suvenir tempat saya mampir juga bilang terima kasih pakai bahasa Indonesia setelah saya selesai bayar.
Setelah saya perhatikan lagi, bagian depan tokonya juga pajang foto Laudya Cynthia Bella. Random banget pokoknya.
Sumber bacaan:
Inferno on the Omotesando: The Great Yamanote Air Raid. The Asia-Pacific Journal Japan Focus
Hai, Miiko! Volume 29. Ono Eriko.
Japan’s Oldest Bookstore In Omotesando. WAttention Wonderland Japan.












