[Review Buku] The Viscount Who Loved Me (Bridgerton #2)

Setelah review buku dan Netflix series Bridgerton yang pertama, sekarang saya bakal mengulas buku keduanya. Jadi, Bridgerton: Season 2 yang bakal tayang Maret nanti kurang-lebih mengambil garis besar ceritanya dari sini.

Saya juga kecewa karena Rege Jean Page, pemeran Simon tidak akan muncul di Bridgerton: Season 2. Tapi, Anthony dan Kate versi bukunya punya cerita yang tak kalah menarik, kok. Jadi, saya juga menaruh ekspektasi cukup tinggi pada season kedua ini. Apalagi, saya bisa melihat crooked smile-nya Benedict lagi. Hehe.

The Viscount Who Loved Me (Julia Quinn). © Gramedia Pustaka Utama
The Viscount Who Loved Me (Julia Quinn). © Gramedia Pustaka Utama

Judul: The Viscount Who Loved Me – Cinta sang Viscount (Bridgerton #2)
Judul asli: The Viscount Who Loved Me (Bridgerton #2)
Penulis: Julia Quinn
Bahasa: Indonesia
Format: paperback, 456 hal.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2010)
Genre: fiksi, dewasa, historical romance (roman sejarah)

Cerita

Taken from Goodreads:

Tahun 1814 akan menjadi season yang paling menjanjikan, tapi Penulis rasa tidak demikian halnya menurut Anthony Bridgerton yang merupakan bujangan paling sulit ditaklukkan di seantero London, yang selama ini tak menunjukkan minat sedikit pun untuk menikah.
Tapi sebenarnya, mengapa pula dia harus menunjukkan minatnya? Dia toh sudah terkenal sebagai playboy paling ulung…

Lembar Berita Lady Whistledown, April 1814

————

Tapi kali ini pendapat penulis kolom gosip itu terbukti salah. Anthony Bridgerton bukan hanya memutuskan akan menikah… dia bahkan telah memilih calon istri! Satu-satunya penghalang adalah calon kakak iparnya, Kate Sheffield—wanita yang paling suka ikut campur yang pernah dikenalnya. Si pengganggu itu membuat Anthony berulang kali naik darah karena tekadnya untuk menghalangi Anthony mendekati adiknya.

Namun ketika Anthony memejamkan mata di malam hari, wajah Kate-lah selalu menghantui mimpinya…

Kate tidak percaya playboy yang telah bertobat akan menjadi suami yang baik… dan Anthony Bridgerton adalah playboy yang paling parah di antara semuanya. Kate bertekad akan melindungi adiknya dari pria itu… tapi ternyata hatinya sendiri tidak kebal terhadap pesona Anthony. 

4 Points:

Story

Setting

Characterization

Writing style

Moral/interesting trivia

Level of Interest

Review (Buku)

Lagi-lagi saya pilih review pakai format kasar 5W+1H, karena males mikir. Namanya juga nyempet-nyempetin nulis demi konsistensi blogging. Semoga masih mudah dibaca. Syukur-syukur kalau bisa bikin orang jadi pingin baca Bridgerton book series.

When + Where: London, Inggris (1813—1814)

The Viscount Who Loved Me berlatar era Regency (1811—1820). Ini adalah periode di mana George, Prince of Wales menjalankan kekuasaan sebagai Prince Regent untuk menggantikan ayahnya yang mengalami gangguan kejiwaan. Resminya, George yang dijuluki Prinny menjalankan tugasnya dengan bantuan sang ibu, Ratu Charlotte. Namun, keduanya dikatakan memiliki hubungan yang buruk.

potret penobatan George IV (Thomas Lawrence). ©1821 Royal Collection

Setelah ayahnya, George III wafat, Prinny resmi mengambil alih tahta dan memerintah dengan gelar George IV. Penguasa yang satu ini hidupnya cukup ruwet. Dia kerap membuat keputusan-keputusan kontroversial yang membuat publik memandang sebelah mata kepemimpinannya. Prinny juga dianggap sebagai tokoh yang mempengaruhi fashion dan tren gaya hidup di zamannya.

Kaum bangsawan berpengaruh di novel ini disebut ton, kependekan dari le bon ton yang berarti ‘santun’ atau ‘priyayi’. Ini adalah masyarakat yang diatur dengan nilai-nilai konservatif pro patriarki. Namun, sejarah mencatat kalau skandal selalu tumbuh subur di masyarakat seperti ini. Wong Regent-nya saja punya sederet skandal.

Who: Anthony Bridgerton (Viscount Bridgerton) dan Kate Sheffield
Anthony Bridgerton (Jonathan Bailey) dan Kate Sharma (Simone Ashley) di Bridgerton: Season 2

Anthony adalah anak tertua keluarga dan pewaris gelar Viscount Bridgerton. Peran sebagai kepala keluarga dijalaninya sejak usia belasan tahun setelah ayahnya meninggal akibat sengatan lebah. Tokoh yang satu ini hampir sama tragisnya dengan Simon, karakter utama di buku pertama, The Duke and I.

Anthony diceritakan memiliki rambut berwarna chestnut, mata cokelat, dan tubuh ramping setinggi enam kaki (sekitar 182 cm). Ciri-ciri fisik ini disebut sebagai ciri khas kakak-adik Bridgerton. Uniknya, mereka juga dinamai sesuai urutan abjad. Anthony, Benedict, Colin, Daphne, Eloise, Francesca, Gregory, Hyacinth. Karena inilah mereka kerap diolok-olok di lembar gosip Lady Whistledown.

Anthony digambarkan sebagai sosok yang tegas dan bisa diandalkan, sesuai dengan perannya sebagai kepala keluarga bangsawan paling berpengaruh di Kerajaan Inggris. Dia adalah pria yang karismatik dan arogan, tapi tahu kapan harus menunjukkan kebaikan hatinya. Ini adalah poin penting untuk membangun likeability di mata pembaca.

Walaupun sangat menyayang keluarganya, Anthony juga punya kecenderungan untuk bersikap overprotective, menjadikannya sebagai seorang control freak yang menyebalkan bagi saudara-saudaranya.

Anthony memandang dunia dan kehidupan dengan pesimis. Pemikiran ini bersumber dari duka akibat meninggalnya sang ayah yang tak diproses dengan benar.

Lalu, ada pula Katharine Sheffield, gadis kurang populer yang kalah pamor dari adik perempuannya. Meskipun Kate dan adiknya, Edwina adalah saudara tiri, ini bukan kisah tentang Cinderella’s evil stepsister. Kate punya hubungan yang dekat dengan ibu dan adik tirinya. Namun sama seperti Anthony, Kate juga punya kecenderungan tak sehat untuk bersikap overprotective terhadap Edwina.

Kate berlidah tajam dan kerap bersikap kasar, terutama terhadap Anthony. Meskipun bersikeras kalau dia tak pernah iri terhadap Edwina, saya rasa sikap kasarnya kepada lawan jenis berakar dari rasa tidak percaya diri Kate yang merasa dipandang sebelah mata oleh para bujangan London.

Seperti yang diharapkan dari sebuah buku roman ringan, Kate akan menjadi sosok yang mampu menjungkirbalikkan dunia Anthony dan ‘memaksa’ pria itu untuk menempuh ‘perjalanan’ yang dia perlukan untuk melepas duka di masa lalu.

What: hatred turn to affection, misguidance to understanding, reluctance to willingness to embrace love

Masalah utama di antara Anthony dan Kate sebagai tokoh utama adalah sikap arogan mereka. Arogansi menjadikan Anthony gengsi untuk mengakui ketertarikannya kepada Kate dan ngotot mendekati Edwina. Sementara itu, Kate ngotot menyamakan Anthony dengan pria-pria playboy di antara kaum bangsawan dan mengesampingkan sisi-sisi positif yang dimiliki pria itu.

Ketertarikan di antara mereka berasal dari rasa ‘sebel tapi penasaran’. Memang benar, batas antara benci dan cinta itu setipis kertas. Bisa saya katakan, Anthony melalui pergulatan batin yang lebih mendalam daripada Kate. Karena itulah, Kate lebih dulu menyadari perasaannya sementara Anthony terus membuat keputusan bodoh sampai pada titik dia benar-benar menyakiti hati Kate.

Why: trauma of loss

Menurut saya, trauma akibat kehilangan ayahnya di usia muda menjadi poin utama dalam story arc si sulung dari Bridgerton bersaudara ini.

Anthony ini ‘dipaksa’ dewasa di usia dini karena keadaan. Anthony sangat dekat dengan ayahnya. Ketika Edmund Bridgerton meninggal dunia, tanggung jawab sebagai kepala keluarga langsung dibebankan ke pundaknya. Akibatnya, Anthony mengesampingkan kebutuhannya untuk ‘berduka dengan sehat’ dan memendam semua ketakutannya demi terlihat tegar buat ibu dan adik-adiknya. Semua itu terbawa olehnya hingga usia dewasa.

Anthony takut untuk berpikir optimis dalam menghadapi masa depan, karena dia melihat sendiri betapa rapuhnya hidup manusia. Dia menolak cinta, karena saat seseorang yang dicintainya pergi, rasa sakitnya tak tertahankan.

Uniknya, Anthony tidak memandang dirinya sebagai seseorang yang akan ditinggalkan. Ketakutan terbesarnya justru meninggalkan orang-orang yang mencintainya dan membuat mereka berduka seumur hidup.

How: sudut pandang orang ketiga

Novel ini menampilkan banyak flashback untuk membantu pembaca lebih memahami jalan pikiran Anthony. Kilas balik ini juga yang membuat pembaca lebih bersimpati kepada viscount arogan yang cenderung otoriter ini.

Melalui memori Anthony tentang Lady Bridgerton, saya bisa merasakan ketulusannya kepada sang ibu. Duka mendalam Lady Bridgerton saat ditinggalkan suaminyalah yang menghantui Anthony dengan pikiran bahwa kelak dia akan mati, meninggalkan luka kepada orang-orang yang mencintainya.

Symbolism: lebah, kunci ruang kerja Anthony

Lebah adalah simbol penting dalam cerita ini. Pasalnya, serangga ini mewakili konflik batin Anthony, sumber luka hatinya yang tak terobati selama bertahun-tahun, dan manifestasi dari ketakutan-ketakutannya. Dan tentu saja, hewan ini juga menandai titik balik dalam hubungannya dengan Kate.

Lalu, ada juga kunci ruang kerja Anthony. Menurut saya, adegan yang melibatkan benda ini adalah bagian penting sekaligus paling menyebalkan dari keseluruhan cerita. Inilah titik di mana Anthony dan Kate benar-benar menyakiti satu sama lain.

Point of discussion: interaksi keluarga Bridgerton, trauma kehilangan bagi pria, ketidaksetaraan gender, suksesi gelar kebangsawanan
Interaksi keluarga Bridgerton

Banyak hal yang bisa dibahas dari The Viscount Who Loved Me selain romansa Anthony dan Kate. Salah satunya adalah interaksi Anthony dan adik-adiknya yang selalu diwarnai pertengkaran kecil, tapi terasa hangat. Meskipun Anthony dan saudara-saudaranya memiliki masalah personal yang berbeda-beda, tapi pada dasarnya mereka adalah pribadi hangat yang tumbuh di tengah keluarga penuh cinta.

Saya rasa bukan hanya romansa setiap anggota keluarga Bridgerton yang membuat pembaca tak sabar membaca buku selanjutnya. Seperti saya, mereka juga menantikan kemunculan kakak-beradik Bridgerton dan dialog-dialog kocak mereka.

Saya juga sangat menikmati interaksi Lady Bridgerton dengan anak-anaknya. Menurut saya, Anthony, Benedict, dan Colin yang tak berani membantah ibunya itu manis sekali.

Trauma kehilangan bagi pria

Melalui emotional journey yang dijalani Anthony, saya jadi bertanya-tanya kenapa dia bisa berpikir umurnya tidak akan panjang, sama seperti ayahnya. Meskipun memiliki pengalaman yang hampir sama dengan Anthony, ternyata saya tetap tidak mengerti alasan di balik ketakutannya.

Saya bisa mengerti kesedihannya, dukanya, dan kesepiannya. Tapi saya tidak bisa memahami pikiran bahwa Anthony bakal memiliki takdir yang sama dengan ayahnya. Walaupun begitu, Julia Quinn menyebut kalau pemikiran seperti ini umum dimiliki oleh para pria yang ditinggal mati oleh anggota keluarga atau orang terdekat.

Ketidaksetaraan gender

Salah satu hal yang bikin sebel saat membaca historical romance adalah isu ketidaksetaraan gender. Meskipun tokoh utama wanitanya selalu digambarkan sebagai perempuan yang berpikiran terbuka, mereka selalu dihadapkan pada norma sosial pada masa itu.

Kelewat banyak norma susila yang sepertinya hanya dibebankan kepada para wanita. Kenapa perempuan lajang butuh chaperone untuk sekadar jalan-jalan di taman kota? Kenapa pria bebas melakukan segala kebejatan tanpa kehilangan reputasi, sedangkan hal yang sama tidak berlaku untuk perempuan?

Semua peraturan itu terdengar tidak masuk akal untuk standar masyarakat modern. Tapi, sedihnya isu serupa juga masih menjadi masalah bagi perempuan di abad 21 ini.

Suksesi gelar kebangsawanan Inggris

Dari dulu saya penasaran, kenapa tahta Kerajaan Inggris bisa diteruskan kepada anak perempuan, sementara gelar kebangsawanan seperti duke, earl, dan viscount hanya bisa diwariskan kepada anak lelaki?

Nah, banyak, kan, yang bisa diomongin dari buku ini? Meskipun tidak semanis Romancing Mr. Bridgerton (Bridgerton #4), The Viscount Who Loved Me tetap menjadi buku yang memorable buat saya. Semoga vesi Netflix-nya juga meramu kisah Anthony dengan sama apiknya.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.