
Ada yang sudah nonton Silenced? Ini adalah film lawasnya Gong Yoo yang sangat layak ditonton. Kalau dibandingkan karya-karyanya yang lain, film ini termasuk jarang dibahas. Popularitasnya di luar Korea Selatan juga kayaknya kalah jauh dari Train to Busan atau Kim Ji-young: Born 1982.
Judul: Silenced
Diangkat dari: The Crucible (2009)
Sutradara: Hwang Dong Hyuk
Bahasa: Korea
Tahun rilis: 2011
Produksi: Samgeori Pictures/CJ Entertainment
Genre: drama
Sinopsis (film)
Kang In Ho (Gong Yoo) diterima menjadi guru baru di sekolah anak bisu tuli, Benevolence Academy, Mujin, Jeolla. In Ho memiliki masa lalu yang kelam. Istrinya bunuh diri setahun lalu dan anaknya menderita penyakit parah. Walaupun begitu, In Ho bersemangat untuk memulai lembaran baru sebagai guru kesenian.
In Ho mendapati murid-muridnya bersikap tertutup, bahkan selalu berusaha menjauhinya. Namun, In Ho tidak pernah menyerah untuk merebut hati mereka.
Saat murid-muridnya mulai membuka diri, In Ho pun akhirnya mengetahui rahasia kelam sekolah tersebut. Murid-murid di sana telah dilecehkan dan disiksa oleh staf sekolah. Praktik tersebut sudah berlangsung selama bertahun-tahun dan tak tercium dunia luar.
Level of Interest
❤️❤️❤️❤️
Review (film)
Silenced adalah film yang ‘sulit’ untuk ditonton. Target audiensnya juga spesifik, yaitu publik Korea Selatan. Untungnya, film ini berhasil menciptakan dampak yang besar di Negeri Ginseng. Sampai-sampai memicu gerakan massa dan pada akhirnya turut melahirkan Dogani Law.
Jadi, Silenced itu film kayak apa? Dogani Law itu apa? Kita review dulu filmnya, ya. Setelah itu, baru kita ngomongin kasus kejahatan seksual yang menginspirasi ceritanya.
Silenced, Film yang Tidak Dibuat untuk Menghibur, tapi ‘Membuka Mata’ Publik
Silenced bukanlah film yang menghibur. Bahkan film jumpscare horror yang saya benci masih lebih menghibur. Film ini terasa berat dan sulit ditonton, karena menggambarkan kekerasan seksual terhadap anak-anak dengan realistis. Tapi, saya rasa memang itulah tujuan dibuatnya film ini. Membuka mata publik dan mendorong mereka untuk bertindak.
Nonton Silenced bikin saya emosi, miris, sekaligus patah hati. Saya bahkan nggak sanggup menonton lebih dari setengah film. Saya beneran mewek, karena ikut patah hati menonton nasib anak-anak bisu tuli yang menjadi korban kekerasan para guru di sekolah ini. Saya baru nonton ulang sampai selesai beberapa bulan kemudian untuk menulis review ini. Sebelumnya, saya pastikan kalau kondisi mental saya lagi oke. Tapi, tibaknya tetep mewek bombai. Kali ini makin heboh, karena makin ke belakang ceritanya makin bikin patah hati.
Setiap adegan pemerkosaan memang tidak digambarkan kelewat eksplisit, tapi lebih dari cukup untuk membuat penonton tersulut amarah. Atmosfer filmnya sendiri gelap. Selain itu, dialog yang minim membuat setiap gestur dan mimik para aktornya begitu mengena. Bukan cuma aktor-aktris muda pemeran para korbannya yang hebat. Para aktor dan aktris yang memerankan pelaku kekerasan pun berakting dengan sangat apik. Rasanya seperti menjadi saksi mata kekerasan seksual sungguhan. Saya malah jadi kepikiran, apa kondisi mental mereka baik-baik saja setelah syuting? Kalau nonton saja bikin emosi terkuras seperti ini, filming-nya juga pasti sangat berat.

Ada satu adegan dalam film ini yang membuat saya merasa terhubung. Itu adalah adegan saat Kang In Ho (Gong Yoo) sangat marah mengetahui praktik pelecehan bertahun-tahun di sekolah dan ngepruk kepala salah satu pelakunya dengan pot bunga gede. Itulah yang saya rasakan sepanjang melihat film ini.
Seperti biasa, Gong Yoo menampilkan ‘pertunjukan’ emosi terbaik. Ia tidak menampilkan karakternya sebagai seorang pahlawan seperti yang biasa digambarkan di film-film bertema sejenis. Gong Yoo tidak berlagak heroik dengan menyelamatkan murid-muridnya atau menghukum para pelakunya dengan gaya Lee Je Hoon di Taxi Driver. Ia menampilkan seorang manusia biasa, cerminan kita jika dihadapkan pada situasi yang sama. Ia marah, patah hati, dan kemudian bertindak. Namun, pada akhirnya ia harus menelan putus asa dan perasaan tak berdaya, kadena kasus yang ia hadapi jauh lebih besar dari dirinya yang cuma seorang guru tanpa koneksi. Butuh seluruh warga kota atau malah seluruh negeri untuk membuat para korban didengar.
Film ini juga menampilkan Jung Yu Mi yang memang sudah langganan akting bareng Gong Yoo. Ia berperan sebagai Yoo Jin, aktivis yang mengusahakan keadilan bagi murid-murid Gong Yoo. Akting mbak ini juga nggak perlu diragukan lagi. Sepanjang film, Yu Mi terlihat berkaca-kaca. Terutama di adegan persidangan. Rasanya saya jadi ikutan putus asa. Oalah, ini memang film yang bikin susah hati.
The Crucible, Buku di Balik Film Silenced
Kalau ngobrol soal Silenced, kita juga perlu membicarakan buku yang diadaptasi menjadi film ini. Judulnya adalah The Crucible karya Gong Ji Young. Nah, film dan novelnya ini sebenarnya berjudul sama, kok. Sama-sama Dogani, diambil dari judul drama karya Arthur Miller. Silenced itu judul internasionalnya.
The Crucible terinspirasi dari kasus kekerasan seksual oleh para guru di Gwangju Inhwa School. Cerita ini awalnya dipublikasikan online pada 2008. Setelah itu, baru diterbitkan dalam bentuk buku di tahun 2009. Sebenarnya, saya juga kepingin baca. Tapi, ternyata versi bahasa Inggrisnya saja nggak ada. Jadi, saya cuma bisa baca sinopsisnya di Wikipedia.
The Crucible ini cukup kontroversial pada masanya. Novel ini menyadarkan publik tentang kurangnya perhatian terhadap warga berkebutuhan khusus. Apalagi saat The Crucible diadaptasi ke film. Dampaknya makin meluas dan membuat publik Korea Selatan menuntut ‘aksi’ dari pemerintah. Gara-gara hal ini, salah satu partai politik sampai menyerukan agar Gong Ji Young diperiksa. Ia dicurigai terlibat dalam ‘aktivitas politik’.
Buku ini diadaptasi ke layar lebar—sedikit banyak—karena campur tangan Gong Yoo. Sang aktor mendapatkan buku ini sebagai hadiah dari rekannya sesama prajurit saat wajib militer. Setelah membacanya, ia berinisiatif menemui Gong Ji Young untuk membicarakan kemungkinan adaptasi layar lebar. Gong Yoo pun akhirnya berhasil menemukan filmmaker yang bersedia bekerjasama dengannya untuk memproduksi Silenced.
Setelah Silenced tayang, film ini berhasil menarik perhatian sekitar 4 juta penonton. Kasus kekerasan seksual di Gwangju Inhwa School kembali mencuat. Kali ini, reaksi publik berhasil membuat kasus tersebut dibuka kembali.
Cerita soal keterlibatan Gong Yoo dalam produksi ini membuat saya makin nge-fans sama aktor yang satu ini. Saya memang nggak selalu mengikuti karya-karyanya. Tapi, saya bakal selalu respek sama Mas Han Gyeol-nya Coffee Prince ini.
Kisah Nyata Kekerasan Seksual di Gwangju Inhwa School
The Crucible dan Silenced memang cuma cerita rekaan tentang Pak Guru Kang In Ho dan murid-muridnya. Namun, kasus kekerasan seksual yang menginspirasi kisah ini memang nyata. Beneran ada penyiksaan, pemerkosaan, dan pembunuhan oleh para guru di Gwangju Inhwa School. Beneran ada seorang guru baru yang melaporkan kasus ini kepada grup aktivis dan dipecat karenanya.
Kasus kekerasan di Gwangju Inhwa School mencuat pada tahun 2005. Menurut hasil pemeriksaan, kepala sekolah dan lima guru terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap para murid. Praktik ini sudah berlangsung selama satu dekade lebih. Hanya sembilan murid yang bersedia menjalani pemeriksaan. Kemungkinan besar korbannya jauh lebih banyak, tapi mereka menolak untuk naik ke meja hijau karena trauma.
Pemerintah kota Gwangju dan pihak sekolah dianggap tidak serius menangani kasus ini. Akibatnya, para murid dan orangtua melakukan aksi protes di depan gedung pemerintahan dan sekolah. Saat kasusnya naik ke pengadilan, para pelaku mendapatkan hukuman yang tergolong ringan. Dua pelaku berhasil menghindari hukuman karena kasus tersebut sudah melewati masa daluwarsa penuntutan (statute of limitation). Empat di antara enam pelaku dipekerjakan kembali di Gwangju Inhwa School.
Kasus tersebut terkubur selama bertahun-tahun dan tidak mendapat perhatian luas media karena adanya korupsi di antara pihak sekolah, kepolisian, dan pemerintah setempat. Sebagian besar orangtua juga terpaksa mundur karena pemerasan dan masalah finansial.
Kasus Gwangju Inhwa School baru mencuat lagi pada 2011. Para pelaku kembali diadili. Kali ini mereka mendapatkan hukuman yang sedikit lebih berat. Namun, publik masih belum puas. Mereka menuntut pemerintah untuk melakukan ‘lebih’. Akhirnya, parlemen meresmikan Dogani Law yang menghapuskan daluwarsa penuntutan untuk kejahatan seksual terhadap anak di bawah 13 tahun dan perempuan difabel. Undang-undang ini juga mengatur agar kejahatan seksual terhadap anak-anak dan perempuan difabel bisa diganjar dengan hukuman seumur hidup.
***
Jadi, sekian review singkat dan celoteh panjang lebar saya soal film Silenced dan kasus kejahatan seksual di baliknya. Mau coba nonton?
Sumber bacaan:
Gwangju Inhwa School. Wikipedia
‘The Crucible’ Brings Demons of Child Molestation Case Back to Life. The Chosunilbo
Gong’s Novel Divulges Social Injustice. The Korea Times