[Review] Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi, Fantasi Seru Dengan Campuran Kisah Sinbad, Nabi Nuh, Sulaiman, hingga Legenda Tangkuban Perahu

Raden mandasia si pencuri daging sapi
img_20161013_111638_hdr
Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi

Judul: Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi
Penulis: Yusi Avianto Pareanom
Bahasa: Indonesia
Format: paperback, 450 hal.
Penerbit: Banana Publisher (2016)
Genre: Fantasi, petualangan, drama

Sinopsis

SUNGU LEMBU menjalani hidup membawa dendam. Raden Mandasia menjalani hari-hari memikirkan penyelamatan Kerajaan Gilingwesi. Keduanya bertemu di rumah dadu Nyai Manggis di Kelapa. Sungu Lembu mengerti bahwa Raden Mandasia yang memiliki kegemaran ganjil mencuri daging sapi adalah pembuka jalan bagi rencananya. Maka, ia pun menyanggupi ketika Raden Mandasia mengajaknya menempuh perjalanan menuju Kerajaan Gerbang Agung.

Berdua, mereka tergulung dalam pengalaman-pengalaman mendebarkan: bertarung melawan lanun di lautan, ikut menyelamatkan pembawa wahyu, bertemu dengan juru masak menyebalkan dan hartawan dengan selera makan yang menakjubkan, singgah di desa penghasil kain celup yang melarang penyebutan warna, berlomba melawan maut di gurun, mengenakan kulit sida-sida, mencari cara menjumpai Putri Tabassum Sang Permata Gerbang Agung yang konon tak pernah berkaca—cermin-cermin di istananya bakal langsung pecah berkeping-keping karena tak sanggup menahan kecantikannya, dan akhirnya terlibat dalam perang besar yang menghadirkan hujan mayat belasan ribu dari langit.

Meminjam berbagai khazanah cerita dari masa-masa yang berlainan, Yusi Avianto Pareanom menyuguhkan dongeng kontemporer yang memantik tawa, tangis, dan maki makian Anda dalam waktu berdekatan—mungkin bersamaan.

5 Points for:

check signStory

check signSetting

check signCharacterization

check signWriting style

check signMoral/interesting trivia

Level of Interest

My Review

Saya merasa bersemangat sekali waktu menulis ulasan untuk novel fantasi asli Indonesia ini. Gara-gara menang penghargaan literatur segala, saya jadi takut isinya nyastra sekali dan lalu bikin kepala saya pusing. Saya jarang berselera terhadap bacaan semacam itu. Baca Sophie’s World yang katanya filosofi untuk pemula itu membuat saya bosan setengah mati. Tetralogi Pulau Buru masih mengendap di tumpukan karena saya keder mendengar sekilasan review dari orang-orang yang sudah pernah baca. Anna Karenina? Jangan tanya! 6 Bulan baru kelar dan itu pun saya nggak langsung paham esensinya. Pengecualian buat saya cuma Coelho, Romo Mangun, dan Remy Sylado.

Tapi ternyata Raden Mandasia ini enak sekali buat dibaca. Daripada fiksi historis dengan bumbu intrik politik yang saya gilai, sebenarnya buku ini jauh lebih kental unsur fantasi dan petualangannya. Adalah politiknya sedikit-sedikit. Tapi nggak rasa Game of Thrones juga.

Gaya penceritaannya lelaki sekali. Dalam artian saya membayangkan kalau seorang lelaki menceritakan pengalaman kepada teman-temannya, kira-kira seperti ini jadinya. Seru, sedikit-sedikit misuh, diselipi cerita lucu yang agak nggak masuk akal, dan komentar witty di sana-sini. Bukan berarti penulis wanita nggak bisa witty, ya. Saya rasa umumnya gaya witty lelaki sama perempuan memang terasa beda.

Bisa dibilang, membaca Raden Mandasia ini seperti mengikuti petualangan Tintin, tapi pakai setting jaman kerajaan. Semua syarat fiksi seru ada di sini. Mulai drama keluarga, intrik politik berdarah-darah, cinta-cintaan, perang kolosal, humor yang lucu beneran, sampai pertarungan dengan bajak laut dan ikan hiu juga ada. Sedikit filosofi hidup pun bisa dipetik dari ucapan beberapa tokoh seperti Banyak Wetan, Tlapak Banyak, dan Loki Tua.

Kesan pertama yang saya dapat saat membaca buku ini adalah, “Banyak kali misuhnya.” Anjing paling rajin disebut, kadang babi, tapir bunting juga.

Kedua, deskripsi makanan yang bikin ngiler. Di bab-bab pertama saja ada satu paragraf panjang yang terusun dari sekitar 380 kata untuk mendeskripsikan bagian-bagian daging sapi dan masakan yang pas dibuat darinya. Plus makanan-makanan dari negeri seberang yang deskripsinya juga menerbitkan air liur.

Fresh Ribeye Steaks at the Butcher Shop. Photo credit: iStock
Fresh Ribeye Steaks at the Butcher Shop. Photo credit: iStock

Saya rasa ada juga diselipkan makanan mewah kekinian yang sering viral di situs-situs berita online. Pakai jamur truffle dan edible golden leaf flakes segala. Bayangan saya langsung menuju Golden Pizza yang termasuk salah satu masakan termahal di dunia itu.

Black Truffle & Gold Pizza. Photo credit: Pinterest

Benar kata blurb di bagian belakang sampul. Yusi Avianto Pareanom benar-benar meminjam khazanah cerita dari masa-masa yang berlainan…dan dari tempat-tempat yang berlainan pula. Semuanya disusun, diramu, diracik sesedap mungkin biar jadi plot twist yang bikin kita mikir, “Yoalah, tibaknya ini nyambung sama cerita ini!”

Coba saya daftar unsur cerita apa saja yang bisa saya temukan di Raden Mandasia.

  • Titanic
  • Babad Tanah Jawi
  • Petualangan Sinbad
  • Legenda Damarwulan
  • Kisah Nabi Yunus
  • Mahabharata
  • Legenda Tangkuban Perahu
  • Moby Dick
  • Kisah Ratu Balqis
  • Rara Mendut
  • Puteri Kaguya
  • Saya merasa pernah membaca cerita tentang belasan pasang anak kembar yang sengaja dijadikan tumbal, tapi lupa-lupa ingat. Mungkin mitos tentang Theseus dan Minotaur.
  • Berita-berita unik yang kerap viral di internet. Misal makanan mewah berbahan truffle dan serpihan emas tadi. Ada juga hair mask dari sperma banteng yang katanya bikin rambut subur.

Unsur budaya dari berbagai tempat juga diselipkan banyak-banyak oleh si penulis. Adat tanah Jawa, India, Arab, China, Eropa. Ada penari sufi, black death, dan jangan lupa cari tahu cerr-ke-cehhh itu apa, ya. Ahahah…Kalian pasti ikutan misuh anjing kalau sudah tahu. Atau setidaknya baca sambil senyum-senyum lah, ya.

Nama tempat yang digunakan membuat saya sibuk tebak-tebak iseng. Menurut saya Pulau Garam yang terkenal karena ketajaman pisaunya pasti Madura. Jazirah Bulan Sabit yang para perempuannya suka pamer pusar, punya kari kambing dan teh susu enak mungkin India. Jazirah Atas Angin barangkali Eropa Utara, Amerika, dan Kanada. Jazirah Yawana entah apa.

Gili Labak, Sumenep, Madura. Photo credit: Sangsakacreative.com/Surya Aditama

Beralih ke penokohan, walaupun judulnya Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi, tapi narator dan tokoh utama di buku ini adalah Sungu Lembu. Inti ceritanya adalah petualangan Sungu Lembu demi membalaskan dendam yang lantas justru mendewasakannya. Ini bisa disebut fiksi coming of age, lho.

Mandasia dan kenyentrikannya sudah tak perlu disebut lagi. Menurut saya yang paling berkesan justru sang antagonis, Prabu Watugunung. Tokoh yang penuh ironi. Seorang pria baik-baik nan idealis, dipercaya untuk menjadi penyelamat sekelompok manusia yang kacau balau, tampil menjadi pemimpin dan berhasil membawa kejayaan pula, tetapi lalu terlena dengan kekuasaan, dan pelan-pelan berkembang menjadi penguasa lalim. Namun pada akhirnya raja adidaya ini pun cuma manusia biasa dengan dosa-dosa yang sangat manusiawi pula.

Di sepanjang cerita Raden Mandasia, ada satu pertanyaan yang menjadi tanda tanya besar bagi saya. Di cerita-cerita lain, ini adalah jenis pertanyaan yang berperan besar terhadap bagaimana cara si tokoh utama memandang dirinya. Tapi sampai tamat pun pertanyaan ini tetap tak terjawab. Mungkin sama seperti Sungu Lembu, sebagai pembaca saya juga harus ikhlas kalau beberapa tanda tanya dalam hidup tak harus terjawab. Jawabannya memang selalu ada, tapi sebaiknya memang diikhlaskan saja. Dengan begitu kita punya energi untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang jauh lebih penting. Begitulah kira-kira.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.