
Judul: Pembunuhan Atas Roger Ackroyd
Judul asli: The Murder of Roger Ackroyd
Penulis: Agatha Christie
Bahasa: Indonesia
Format: paperback, 352 hal.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2017) (first published 1926)
Genre: drama, thriller, detektif

Sinopsis
Mrs. Ferrars meracuni suaminya… Tetapi tidak seorang pun mencurigainya, kecuali pemerasnya…
Sampai ia bunuh diri, dan meninggalkan sepucuk surat untuk laki-laki yang dicintainya.
Roger Ackroyd tidak pernah membaca surat itu sampai selesai… Karena si pemeras telah beralih melakukan kejahatan lain, pembunuhan.
Dan tidak satu orang pun mencurigainya pula… tidak seorang pun, kecuali Hercule Poirot.
4 Points for:
Story
Setting
Characterization
Writing style
Moral/interesting trivia
Level of Interest
Review
Rasanya sudah lama sekali saya tidak membaca novelnya Mbah Christie. Padahal masih banyak bukunya yang belum saya baca. Kali ini saya memilih kasus Poirot yang paling direkomendasikan di mana-mana. The Murder of Roger Ackroyd.
Tidak salah memang kalau buku ini di-rating begitu tinggi. Dari seluruh novel Agatha Christie yang bikin saya kecele dengan plot twist tak terduga, yang satu ini paling tak terpikirkan oleh saya. Seperti biasa Christie tidak menggunakan trik ribet seperti Detective Conan. Juga tidak menekankan analisis berbasis sains kental seperti Sherlock Holmes. Soalnya keahlian Poirot memang bukan analisis model begitu. Seperti yang sering dikatakan sendiri oleh sang detektif Belgia berkumis melintir, keahliannya adalah memahami sifat-sifat manusia dengan sel-sel kelabu di dalam kepala.
Semuanya bermula dari kematian Mrs. Ferrars yang tiba-tiba, meninggalkan pengakuan heboh yang dia ceritakan kepada Roger Ackroyd. Ackroyd adalah lelaki yang tadinya hendak dinikahi Mrs. Ferrars. Namun niat itu terhalang karena Mrs. Ferrars harus berurusan dengan seorang pemeras yang tidak kunjung puas ‘menyiksanya’. Belum sempat menyelidiki siapa orang yang mengetahui kejahatan Mrs. Ferrars di masa lalu, Ackroyd sudah keburu tewas. Banyak orang di sekitarnya yang memiliki motif cukup untuk menjadi sang pembunuh. Semuanya mencurigakan, namun di sisi lain juga memiliki alibi cukup meyakinkan.
Dan untunglah Hercule Poirot yang sudah pensiun baru pindah ke King’s Abbot, desa TKP. Awalnya cuma hendak menikmati hari yang tenang sambil menanam labu, ternyata Poirot harus turun tangan untuk menyelesaikan kasus. Karena sahabatnya, Hastings tidak ada, Poirot meminta bantuan seorang dokter desa sekaligus sahabat almarhum Ackroyd untuk menjadi asistennya.
Akhir cerita buku ini benar-benar mengejutkan. Ini salah satu kasus Poirot yang bikin saya (dan mungkin semua pembaca) merasa lebih tolol daripada Hastings. Kok bisa-bisanya saya terkecoh dengan ‘pengalihan isu’ sesederhana itu. Bagi kalian yang baru berniat membaca buku ini, saya sarankan untuk tidak mempercayai hal-hal yang biasanya kita terima tanpa berpikir panjang. Dan sebenarnya prinsip ini memang harus diterapkan saat membaca semua buku Agatha Christie.
Tak ada hal lain lagi yang bisa saya katakan tentang buku ini. Segala hal yang membuat kita jatuh cinta dengan cerita detektif ala Agatha Christie ada di sini. Drama, misteri, arogansi Poirot yang entah kenapa terasa charming. Silakan menikmati dikecoh dan dibuat salah tebak sampai bab-bab terakhir. Silakan menikmati satu demi satu kejutan yang bakal dibongkar satu per satu, bab demi bab.
Ada juga filmnya yang dirilis tahun 2000. Pemeran Hercule Poirot adalah David Suchet. Saya rasa lebih mewakili deskripsi fisik Poirot daripada Kenneth Branagh di Murder at The Orient Express.


Setelah buku ini, saya meneruskan membaca kasus lain dari Papa Poirot yang juga direkomendasikan banyak orang. Matinya Lord Edgware. Tetapi rasanya ekspektasi saya terhadap buku itu terlalu tinggi. Mungkin jadi kurang greget gara-gara Pembunuhan Roger Ackroyd masih segar di ingatan saya. Rasanya kurang mempermainkan psikologi pembaca.
Dengan menamatkan buku ini, saya bisa menyusun daftar buku Agatha Christie favorit saya.
1. Murder of Roger Ackroyd
2. Murder at The Orient Express
3. And Then There Were None
4. Sad Cypress
5. The Clocks
6. The Adventure of The Christmas Pudding
And Then There Were None alias Ten Little Niggers memang bukan kasus Poirot. Tetapi saya sangat menyukai cerita dan konklusinya. Apalagi thriller di dalam buku tersebut memang sangat terasa. Sementara The Adventure of The Christmas Pudding yang menampilkan banyak kasus juga menarik berkat variatifnya masing-masing cerita.
Karena masih banyak buku Agatha Christie yang belum saya baca, judul mana yang harus saya pilih selanjutnya?