Jiwa feminis Anda semua bakal berontak membaca The Handmaid’s Tale.
Ada TV series-nya juga yang sudah sampai season 5. Dua-duanya recommended buat diikuti.
Judul: The Handmaid’s Tale (Kisah Sang Handmaid)
Penulis: Margaret Atwood
Bahasa: Indonesia
Format: ebook
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Genre: fiksi, dystopia
Cerita
Offred adalah Handmaid di Republik Gilead.
Para Handmaid dianggap berharga karena indung telur mereka masih bagus. Kalau melawan, Handmaid akan dihukum gantung atau dibuang dari Gilead dan dibiarkan mati karena radiasi nuklir.
Offred masih ingat tahun-tahun sebelum Republik Gilead berdiri, ketika dia masih punya nama sendiri, suami, serta anak perempuan. Ketika perempuan masih boleh bekerja, memiliki uang sendiri, akses untuk bersekolah dan mendapat pengetahuan. Tapi kini semua lenyap sudahโฆ
Saat ini Offred tinggal di rumah sang komandan dan istrinya, hanya boleh keluar rumah untuk belanja, berjalan berdua-dua dengan Handmaid lain.
Semua perempuan tak boleh membaca buku, karena yang diharapkan dari mereka hanyalah kepatuhan.
Setiap bulan pada masa subur, Offred harus berbaring di ranjang, berdoa bersama istri sang komandan sebelum sang komandan berusaha menghamilinya.
Karena kini tugasnya sebagai Handmaid cuma satu: beranak.
4 Points for:
โ๏ธ Story
โ๏ธ Setting
โ๏ธ Characterization
โ๏ธ Writing style
โ Moral/interesting trivia
Level of Interest
๐๐๐๐๐
Review
Inilah novel dystopia yang mengangkat isu radikalisme agama dan isu opresi terhadap kaum perempanโฆ dalam kondisi terburuk yang bisa dibayangkan.
Margaret Atwood, sang penulis membuat cerita yang intinya, “Gini, lho, jadinya kalau patriarki yang dibungkus radikalisme dibiarkan berkembang biak tanpa koreksi!”
Kalau Anda adalah seorang perempuan, jiwa feminis Anda semua bakal berontak membaca The Handmaid’s Tale.
Perempuan di novel ini diperlakukan seburuk-buruknya.
Negara yang dikuasai kaum lelaki bisa menjustifikasi ketidakadilan mereka dengan ayat-ayat kitab suci yang dipotong-potong dan ditafsirkan sesuka hati. Kita yang tinggal di Indonesia pasti sudah tak asing dengan isu seperti ini.
Sekilas tentang Patriarki dan Republik Gilead, Latar The Handmaid’s Tale

Gilead adalah sebuah negara totaliter dengan falsafah hidup ultra-konservatif yang dikuasai patriarki.
Negara ini didirikan oleh kelompok politik bernama Sons of Jacob.
Berbekal ayat Perjanjian Lama yang diinterpretasikan seenak jidat, mereka berhasil merebut kekuasaan di Amerika Serikat dan mengubah negara itu menjadi republik.
Setelah itu, mereka segera menyapu kelompok-kelompok agama yang lain untuk mengkonsolidasikan kekuasaan. Bahkan kelompok Kristen yang ajarannya ikut “dicatut” Sons of Jacob pun ikutan dipersekusi.
Di bawah rezim Sons of Jacob, klasifikasi sosial dihidupkan kembali dan perempuan ditempatkan di kasta terendah.
Nyaris seluruh hak perempuan dicabut. Mereka dilarang membaca, menulis, dan memiliki properti. Bolehnya cuma hidup dan makan.

Peran mereka sudah ditentukan sejak awal. Bahkan sekadar cara berpakaian pun diatur oleh negara. Para Istri Komandan berbaju biru dan cuma boleh ngurus keluarga di rumah.
Para Bibi (Aunts) bertugas dalam pendidikan kaum perempuan dan indoktrinasi Handmaid. Mereka wajib berbaju coklat.
The Marthas berperan sebagai pembantu rumah tangga atau koki dan berpakaian hijau.
Sementara para perempuan dengan rahim subur harus patuh dijadikan Handmaid, mesin pencetak bayi buat para Komandan. Mereka ini diseragam dengan baju warna merah dan topi menutup separuh wajah.
Offred yang menjadi karakter utama dan narator buku ini adalah Handmaid buat Komandan (kemungkinan bernama Fred) dan istrinya, Serena Joy.
Saat itu, dunia tengah mengalami kerusakan lingkungan terburuk. Polusi yang parah membuat mayoritas pria dan perempuan di Gilead mandul.
Parahnya, hukum di Gilead hanya mengakui sterilitas atau kemandulan sebagai masalah kaum perempuan. Secara teori, pria dianggap tidak mungkin mandul.
Para Komandan yang masih belum berhasil memiliki keturunan akan terus disodori Handmaid baru. Hal inilah yang terjadi pada Komandan Fred dan Serena Joy.
Mereka sudah berganti Handmaid beberapa kali, tapi masih belum punya anak juga. Nyonya Serena Joy yakin masalah infertilitas itu ada pada suaminya, tapi dia dilarang keras untuk mempertanyakan hal itu.
Jadi, dia mengatur muslihat agar Offred dihamili pria lain. Nyatanya, kecurigaan Serena terbukti benar.
Apa yang terjadi kalau warga Gilead melanggar aturan super ketat para penguasa?
Mereka yang melanggar hukum ini bakal dibuang ke Koloni untuk membersihkan limbah radiaoaktif atau dipekerjakan sebagai pelacur di rumah bordil “asuhan” pemerintah yang bernama Jezebel.
Negara dengan opresi sedemikian rupa apa tidak memicu bangkitnya gerakan makar? Tentu saja iya. Ada kelompok Mayday, gerakan bawah tanah yang berusaha menjatuhkan Republik Gilead.
Mereka punya “cita-cita” yang mulia. Namun, keberadaan kelompok ini juga tak jarang membawa petaka bagi warga sipil yang berusaha tetap hidup dengan mengikuti titah penguasa. Tak sedikit warga negara yang tak tahu apa-apa, tapi diciduk dan dieksekusi Eyes of God (polisi rahasia) gara-gara dicurigai berafiliasi dengan Mayday.
Peran Handmaid yang Didasarkan Kisah Rachel dan Bilhah dari Alkitab

Peran Handmaid di Republik Gilead diciptakan berdasar kisah Rachel dan Bilhah dari Alkitab yang dicomot seenak udel oleh Sons of Jacob.
Bilhah adalah budak Rachel yang diperintah untuk mengandung dan melahirkan anak buat sang suami, Jacob sebagai pengganti dirinya yang tak bisa mengandung.
Nama asli Offred adalah June. Karena Handmaid sudah tidak “berhak” memiliki identitas, jati dirinya direduksi menjadi “of Fred”, perempuan tak bernama milik tuannya.
Selain Offred, ada Ofglen, Ofwarren, Ofjoseph, Ofdaniel, Ofhoward, dan lain-lain.
Jika kelak Offred dipindahkan ke keluarga komandan yang lain, bisa jadi ia akan bernama Ofbrian atau Oclark.
Sebagai tokoh utama The Handmaid’s Tale, Offred mewakili para perempuan yang terkungkung di bawah ketidakadilan patriarki. Sounds familiar, ladies?
Handmaid wajib menjalankan fungsinya dalam ritual khusus.
Setiap memasuki masa subur, “mating ritual” dijalankan dengan disaksikan istri Komandan.
Di luar ritual tersebut, suami dilarang berinteraksi dengan Handmaid.
Kemiripan The Handmaid’s Tale dengan 1984
The Handmaid’s Tale kerap dibandingkan atau malah disamakan dengan 1984-nya George Orwell. Kenapa?
Meskipun The Handmaid’s Tale lebih banyak menyoroti opresi terhadap perempuan, akar segala masalah di dua novel ini sebenarnya sama.
Offred dan Winston, tokoh utama 1984 sama-sama hidup terpenjara di bawah cengkeraman pemerintah otoriter.
Kalau Oceania dikuasai oleh Partai yang menjunjung totalitarianisme, Sons of Jacob merebut kekuasaan dan mendirikan Republik Gilead dengan agama sebagai “senjata”.
Pada kedua novel ini, konstitusi yang sejatinya mengatur agar hak-hak warga negara terpenuhi masuk ke tong sampah.
Kebebasan pers ditiadakan, sementara warga negara hanya diberi hak untuk sekadar hidup.
Segala aspek kehidupan diatur oleh negara, bahkan hingga ke taraf pemikiran.
Bagi saya, kedua novel sama-sama menjadi peringatan bagi para pembacanya.
Situasi seperti inilah yang mungkin dihadapi warga negara jika sebuah kekuasaan dibiarkan menjadi tiran. Dan skenario seperti ini bisa terjadi di negara mana pun.
[REVIEW BUKU] 1984: SEBUAH DYSTOPIA KLASIK, RAMALAN MASA DEPAN DUNIA DARI GEORGE ORWELL
The Testament, Sekuel The Handmaid’s Tale
Novel The Handmaid’s Tale rilis pada tahun 1985.
Ceritanya berakhir dengan open ending layaknya The Shawshank Redemption versi cerpen.
Novel diakhiri dengan epilog yang menjelaskan kalau keseluruhan cerita Offred adalah bukti otentik dari “Periode Gilead” yang telah dipelajari dan dianalisis para sejarawan di masa depan.
Pada tahun 2019, Margaret Atwood menerbitkan sekuelnya yang berjudul The Testaments.
Novel ini menggunakan latar waktu 15 tahun setelah The Handmaid’s Tale.
Kali ini, cerita digulirkan dari sudut pandang tiga karakter. Mereka adalah:
- Aunt Lydia (tokoh antagonis di buku pertama)
- Agnes, anak seorang Komandan dan Handmaid
- Nicole, anak Handmaid yang berhasil diselundupkan ke luar Gilead dan besar di Kanada.
Saya belum baca buku ini, jadi tidak bisa berkomentar tentang isinya.
The Handmaid’s Tale TV Series
Novel The Handmaid’s Tale telah diadaptasi sebagai TV series oleh Hulu.
Kalau di Indonesia, series ini bisa ditonton secara legal lewat aplikasi HBO GO.
Tak banyak film dan series yang bisa mengadaptasi novel populer dengan akurat, apa lagi sampai melebihi ekspektasi. Namun, The Handmaid’s Tale ini termasuk pengecualian buat saya.
Season pertamanya benar-benar memuaskan. Sayangnya, saya tidak bisa berkomentar tentang season-season selanjutnya karena belum nonton. Subscription untuk streaming platforms yang makin banyak ini cukup menguras isi dompet.
Series ini bisa menerjemahkan Gilead yang digambarkan Atwood ke layar dengan sangat baik.
Setiap episode terasa mencekam dan putus asa, seperti yang dirasakan Offred (Elisabeth Moss) dan rekan-rekannya sesama Handmaid.
Menurut saya, adegan ikonisnya adalah ritual “Ceremony” yang ditampilkan dari atas.
Kepala Offred (Elisabeth Moss) berada di antara selangkangan Serena Joy (Yvonne Strahovski). Kedua tangannya digenggam erat dan dia tak diperbolehkan bergerak selagi Commander Waterford (Joseph Fiennes) berada di kedua kakinya dan melakukan penetrasi. It’s so horrfying!
Nilai plusnya, penonton diajak untuk mengamati penderitaan warga Gilead dari sudut pandang tokoh-tokoh lain seperti Serena Joy dan Fred Waterford.
Akting Elisabeth Moss dan Joseph Fiennes di sini juga on-point!
Demikian review agak panjang saya tentang The Handmaid’s Tale.
Kalau suka young-adults dystopia macam The Hunger Games, The Maze Runner, dan Divergent di masa muda; silakan coba baca The Handmaid’s Tale untuk versi dewasanya!
[LISTOPIA] BEST DYSTOPIAN FICTIONS VERSI THE STUPID BOOKWORM
Surem dan desperate-nya lebih tajam mengiris.
Kalau sudah baca novelnya, jangan lupa untuk nonton series-nya!
Sumber bacaan:
Bilhah. Wikipedia
Rachel. Wikipedia
Kisah Sang Handmaid (The Handmaid’s Tale). Gramedia.com
The Handmaid’s Tale (The Handmaid’s Tale, #2) by Margaret Atwood. Goodreads
The Testaments (The Handmaid’s Tale, #2) by Margaret Atwood. Goodreads







