Sudah pernah dengar tentang Ichiran Ramen? Atau barangkali sudah pernah mampir ke pop-up store kedai ramen ini di Jakarta pada September 2023 lalu?
Ichiran Ramen ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 1966. Namun, nama kedai ini mendadak viral di 2016 karena memperkenalkan konsep makan yang cocok untuk kaum introvert.
Pelanggan di kedai Ichiran gaya baru ini bisa menyantap semangkuk ramen tanpa harus mengeluarkan sepatah kata pun.
Pelanggan juga tak perlu bertatap muka dengan pelanggan lain atau staf kedai, karena tiap meja dibatasi bilik dan tirai bambu.
Kedai ini sempat muncul di manga dan anime Ramen Daisuki Koizumi-san (Ms. Koizumi Loves Ramen Noodles).
Ceritanya, Yuu yang ngotot pengen deket Koizumi terus-terusan mengajak gadis itu buat makan bareng. Karena risih, akhirnya Koizumi mengiyakan ajakan itu.

Yuu yang sudah kadung membayangkan dia bakal berakrab ria dengan Koizumi harus menelan kecewa. Ternyata tempat makan yang dipilih Koizumi adalah Ichiran.
Tempat duduk mereka terpisah jauh. Setelah makan pun mereka langsung pulang.
Saya nggak tahu Ichiran cabang mana yang dikunjungi Koizumi dan Yuu, tapi sepertinya di Tokyo. Nah, kebetulan tahun lalu saya juga sempat mampir ke Ichiran.
Ichiran yang saya kunjungi berada di Osaka. Tepatnya di Namba Midosuji, masih di sekitaran Dotonbori yang terkenal sebagai daerah wisata.
Ichiran Ramen Namba Midosuji ini adalah premium store khusus no-pork ramen. Letaknya di lantai dua Lee Mart.
Setahu saya, Ichiran punya dua kedai no-pork. Satu berada di Osaka, sementara yang lain berada di kawasan Shinjuku, Tokyo.
Ramen No-Pork, Bukan Halal
Kedai Ichiran Namba Midosuji buka sejak jam 10.00 pagi sampai jam 10.00 malam. Sajian yang ditawarkan adalah ramen khas Hakata yang aslinya berbasis kaldu tonkotsu (tulang babi).
Ramen di kedai Ichiran yang ini pakai kaldu kental berwarna putih susu yang mirip kaldu tonkotsu, tapi basisnya kaldu ayam.
Ichiran menjamin kalau kaldunya 100 persen no-pork. Mereka juga meniadakan bahan-bahan berbasis alkohol seperti mirin. Walaupun begitu, mereka nggak mengklaim kalau ini adalah ramen halal.
Keterangan yang sempat saya baca di papan pengumuman kedai menyebut kalau ramen ini dibuat di fasilitas yang sama dengan tonkotsu ramen Ichiran, jadi nggak mungkin disebut halal. Karena itulah, muslim tidak disarankan makan di sini.
Saya kira kedai ramen no-pork begini pelanggannya bakal segmented. Nyatanya, banyak juga turis dari negara-negara barat yang ikut mengantre untuk mencicipi racikan ramennya.
Warga lokal seperti karyawan dan anak sekolah pun ternyata banyak yang terlihat ikut mengantre. Mungkin tidak semua orang Jepang doyan daging babi, ya?
Ngantre Ditemani Memorabilia Selebriti
Antrean di Ichiran cukup mengular sampai mendekati tangga. Walaupun begitu, saya tidak mengantre terlalu lama. Aliran pelanggan di kedai ini cukup lancar.
Selagi mengantre, saya mengamati papan dengan deretan tanda tangan para selebriti. Ada selebriti Jepang seperti L’Arc en Ciel dan Gackt yang ikut memberikan pujian lewat testimoni tertulis.
Selebriti Korea seperti para member Seventeen sampai Epik High ternyata juga pernah berkunjung ke sini.

Selagi sibuk motretin tanda tangan, ada turis asing lain yang ikutan kepo. “Are they famous?” tanyanya ke saya. Setelah saya jawab iya, belio langsung ikutan motret.
Si bapak juga nanya ke saya cara mesen ramennya. Jadi, saya jelasin sebisanya saja. Sekalian saja saya tulis di sini. Siapa tahu nanti ada yang butuh.
Beli Tiket Makan Dulu di Vending Machine
Kalau mau makan di Ichiran, beli tiket makan dulu di vending machine yang tersedia. Pilih dulu menu-menu yang diinginkan, baru dihitung harga totalnya.


Masukkan uang ke slot, lalu ikut petunjuk selanjutnya. Nggak usah bingung, karena vending machine sudah ditempeli stiker angka untuk menunjukkan langkah-langkah pembelian tiket.
Saya pilih ramen yang paling murah. Nggak pakai add-on, porsi tambahan, soft drink, atau dessert. Itu pun ternyata sudah mengenyangkan banget.
Cek Kursi yang Kosong di Denah Tempat Duduk
Kalau sudah dapat tiket, langkah selanjutnya adalah mencari kursi yang kosong. Tinggal cek di denah meja dan kursi yang ditempatkan di dinding dekat ruang makan.
Meja dan kursi yang kosong ditandai dengan nyala lampu warna hijau. Kalau meja dan kursi sudah ditempati, lampunya menyala merah.
Tinggal cek denahnya, lalu masuk tempat makan dan langsung hampiri meja yang kosong.

Tiap meja dilengkapi sekat, jadi privasi tiap pelanggan benar-benar terjaga. Makan sambil keringetan, nyeruput heboh kayak orang nggak makan dua hari, atau sampai beler karena kepedesan? Nggak masalah! Nggak bakal diliatin.
Pelanggan yang datang ke sini sadar diri kalau mereka juga menginginkan privasi. Semuanya sibuk dengan ramen masing-masing.


Memang nggak boleh ngobrol sama sekali? Boleh, kok! Banyak juga pelanggan yang (kebanyakan turis asing) yang ngobrol.
Saya juga ngobrol sedikit sama teman saya. Tapi memang sungkan kalau mau ngobrol banyak dengan volume suara yang tinggi. Padahal, saya dengar sekat mejanya bisa dilepas untuk memudahkan keluarga atau pasangan yang ingin makan bareng.

Tiap meja juga dilengkapi tirai bambu kecil untuk memudahkan staf kedai mengambil kertas pesanan dan menyiapkan makanan.
Pelanggan dan staf kedai cuma bisa melihat tangan satu sama lain. Jadi, nggak perlu rikuh tatap muka.
Pilih Spesifikasi Ramen yang Diinginkan
Setelah mendapat meja, pelanggan tinggal mengisi spesifikasi ramen yang diinginkan. Ada pilihan kekentalan kaldu, tingkat kegurihan, tekstur mi, level kepedasan, lauk, dan topping daun bawang.


Buat pelanggan yang baru mau coba dan nggak tahu harus pesan ramen yang seperti apa, mending lingkari sesuai rekomendasi kedai.
Kalau suka makanan asin dan bumbu bercita rasa tajam kayak saya, mending pilih dashi yang “medium” atau “strong”. Saya pilih yang “light” dan rasanya nyaris hambar.
Saya pilih kekentalan kaldu yang “medium” dan itu rasanya masih rich banget. Garlic-nya yang “1 clove” kayaknya lebih kerasa.
Pakai daun bawang yang bagian putih atau hijau? Saya rasa nggak masalah kalau pilih yang mana pun. Tapi rekomendasi kedainya pakai “green onion”.
Jangan lupa pakai gyuyaro (daging slice rebus) dan sambel yang “medium” atau “spicy” kalau perut lagi oke (dan hotelnya nggak jauh dari lokasi).
Karena metabolisme saya waktu itu lagi jelek, saya skip dulu sambelnya. Apalagi kedengaran di seberang ada mbak-mbak dari Indonesia yang ngeluh ke pacarnya kalau minya kepedesan. Mending nggak dululah!
Karena tekstur mi yang saya pilih “soft”, mi harus buruan dimakan biar nggak keburu benyek. Asli masih panas banget! T_T
Lain kali, mending pilih mi dengan tekstur medium sesuai rekomendasi. Jadi, makannya nggak harus buru-buru banget.
Panggil Staf Kedai, Serahkan Kertas Pesanan, dan Semangkuk Ramen Segera Diantar
Kalau sudah dilingkari semua, tinggal pencet bel di tengah-tengah meja untuk memanggil staf kedai. Letakkan kertas pesanan dan tiket pembelian ramen tadi di dekat bel.
Nggak perlu tunggu lama, staf kedai bakal meletakkan semangkuk ramen panas di meja. Setelah mengucapkan selamat makan, mereka bakal menutup tirai bambu supaya pelanggan bisa makan dengan tenang.


Beginilah penampilan tonkotsu ramen di Ichiran, persis seperti yang disantap Koizumi dan Yuu. Ada kaldu tonkotsu berwarna putih, topping daun bawang, chashu (perut babi ungkep), dan sambal.

Nah, kalau penampilan no-pork ramennya seperti ini. Mangkuknya kotak dan isinya banyak banget.
Penampilan mi dan kaldunya sama dengan tonkotsu ramen Ichiran. Tapi topping chashu-nya diganti irisan daging sapi rebus.
Saya yang beli ramen original merasa agak kewalahan dengan porsinya. Sementara temen saya yang pakai tambahan telur rebus kelihatan berjuang banget buat ngabisin ramennya.
Ramen disajikan dengan kuah panas ngebul-ngebul. Mulut bisa kebakar kalau dimakan langsung. Jadi mending ditunggu sampai cukup anget.
Kuahnya cenderung creamy dan ngaldu banget. Rasanya kaya tetelan ayam yang direbus berjam-jam. Walaupun begitu, kaldunya nggak terasa berlemak atau ngendal di rongga mulut.
Kalau mau menghormati juru masaknya, mending habiskan ramen sampai ke kuah-kuahnya. Boleh diseruput langsung dari mangkuk, soalnya banyak orang Jepang yang saya lihat melakukan hal ini kalau makan masakan berkuah.
Kalau sudah selesai makan, silakan ngadem-ngadem dulu sambil minum air dingin yang disediakan di ujung kiri meja. Tinggal ambil gelas di atas rak lalu pencet keran sampai airnya mengalir.
Duduknya jangan lama-lama, karena masih banyak pelanggan yang mengantre. Lagipula, kedai ini memang bukan tempat yang cocok untuk mengobrol.
Sesudah keluar dari tempat makan, pelanggan bakal disambut dengan deretan Ichiran Ramen instan yang bisa dijadikan oleh-oleh.
Pilihannya ada tonkotsu ramen (¥2.160), no-pork ramen (¥2.200), dan vegan ramen (¥970). Satu kotak isinya 5 bungkus, jadi bisa dimakan sekeluarga.
Yak, sekian cerita icip-icip Ichiran Ramen di Osaka tahun lalu.
Pada akhirnya, saya menganggap pengalaman makan ramen di kedai ini cukup menyenangkan.
Tempat makan ini beneran cocok buat orang yang lagi males berinteraksi sama manusia lain. Harganya pun sepadan dengan porsi dan kualitasnya.
Semoga kapan-kapan bisa makan ramen di sana lagi.






