“Mengapa kita harus mendengarkan suara hati kita?” tanya si anak, ketika mendirikan tenda pada hari itu.
percakapan Santiago dan sang alkemis di The Alchemist (Paulo Coelho)
“Sebab, di mana hatimu berada, di situlah hartamu berada.”
Judul: The Alchemist—Sang Alkemis
Penulis: Paulo Coelho
Bahasa: Indonesia
Format: paperback, 216 hal.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2005), pertama terbit tahun 1988
Genre: fiksi, fantasi, petualangan, filosofi
Sinopsis
Santiago, seorang anak gembala dari Andalusia mengikuti suara hatinya, berkelana hingga melintasi batas negara untuk mengejar sebuah mimpi yang sudah diisyaratkan kepadanya, yaitu menemukan harta karun di piramida-piramida Mesir.
Perjalanan tersebut membawanya ke pasar-pasar di Tangier hingga ke gurun Mesir. Dia bertemu sosok yang dijuluki sang alkemis di sana.
Sang alkemis menuntun si anak gembala untuk meraih harta karunnya sembari mengajarinya ilmu tentang Jiwa Dunia, cinta, kesabaran, dan kegigihan.
Pada perjalanannya, Santiago menemukan lebih banyak “harta karun”. Langkah si pemuda menuntunnya kepada cinta sejatinya, seorang gadis gurun bernama Fatima.
Kisah Santiago merupakan pesan tentang pentingnya mendengar suara hati, belajar membaca tanda-tanda dalam hidup, dan terutama pentingnya mengejar mimpi.
5 Points for:
☑️ Story
☑️ Setting
☑️Characterization
☑️ Writing style
❎ Interesting trivia
Level of Interest
💗💗💗💗
Review
The Alchemist adalah buku yang cukup tipis, jauh lebih tipis daripada The Devil and Miss Prym yang saya baca lebih dulu.
Sampulnya mewakili isi ceritanya; menunjukkan sosok pria berbaju gamis dan sorban serba putih di tengah padang pasir, sekawanan domba yang sedang merumput, piramida di kejauhan, dan bayangan sang alkemis dan burung rajawali peliharaannya. Kesannya seperti sampul buku dongeng.


Hikayat Anak Gembala yang Diceritakan bak Dongeng
The Alchemist dituturkan lewat sudut pandang orang ketiga (third-person point of view). Saya rasa, ini termasuk close third-person point of view karena narasinya fokus pada Santiago, si tokoh utama. Narasinya tidak melompat dari satu tokoh ke tokoh lain dengan bebas seperti Anna Karenina.
Sama seperti sampulnya, The Alchemist juga diceritakan seperti dongeng. Lengkap dengan dialog personifikasi pasir, angin, dan matahari yang bikin feel dongengnya makin terasa.
Sensasinya seperti baca kisah para nabi di kitab suci. Namun penuturannya lebih mudah dimengerti. Mungkin karena Coelho tatap ingin ceritanya mudah dinikmati atau penerjemahnya yang memang jago.
Iya, The Alchemist yang saya baca ini versi terjemahan bahasa Indonesia. Translator-nya, Tanti Lesmana bisa mengalihbahasakan buku ini dengan luwes. Nggak ada kalimat yang bikin saya terhenti sebentar karena terasa ganjil atau sulit dipahami.
Penuturannya seperti dongeng, tapi menurut saya The Alchemist lebih tepat disebut hikayat. Ini adalah hikayat seorang pemuda gembala bernama Santiago yang mengembara dari Spanyol hingga ke Mesir untuk menemukan harta karun impiannya. Dia bertemu teman perjalanan sekaligus guru tentang hidup, yaitu sosok misterius yang dikenal semua orang dengan julukan sang alkemis.
Santiago melewati segala cobaan; mulai dari ditertawakan, dirampok, sampai hampir dibunuh, tapi juga mencapai oasis (harfiah) dan menemukan cinta yang tak diduga-duga. Dia juga bertemu banyak sosok yang memberinya pelajaran berharga, yaitu pelajaran tentang hidup.
Pada satu titik dalam pengembaraannya, Santiago menjadi seorang alkemis. Dia mampu melakukan hal-hal yang hanya bisa dilakukan para alkemis karena telah menemukan rahasia mereka. Kini dia telah memahami bahasa alam semesta.


Sarat Kata Mutiara nan Memotivasi
Setelah membaca dua buku Paulo Coelho, saya simpulkan si penulis memang suka penuturan yang seperti dongeng. Kesannya memang lebih puitis daripada fiksi yang ditulis secara lugas. Karena itulah, buku ini punya banyak quote bagus. Hampir tiap halaman ada kata mutiaranya.
Dialog-dialog Santiago dan sang alkemis cukup sukses memotivasi. Saya nggak merasa digurui seperti saat membaca Ayat-Ayat Cinta, mungkin karena “dongeng” Coelho mengalir dengan mulus.
Kalau bisa saya ringkas dalam empat kata, The Alchemist adalah kisah tentang “perjalanan”, “pencarian”, “tanda”, dan “pelajaran”. Kamu menginginkan sesuatu? Kalau begitu kejar mimpirmu dan raihlah. Selagi berjalan, dengarkan “isyarat” yang ditunjukkan Tuhan kepadamu. Pada akhir perjalanan, kamu akan menemukan “harta karun”. Kadang wujudnya tidak sesuai ekspektasi. Namun, perjalanan yang kamu tempuh tidak akan sia-sia karena kamu akan mendapatkan banyak pelajaran.


Memberikan Pesan yang Berbeda bagi Tiap Pembaca
Saya menemukan hal menarik saat mengecek ulasan-ulasan The Alchemist di situs Goodreads. Hampir setiap pembaca memetik pesan yang berbeda dari buku ini. Ada yang merasa tercerahkan atau termotivasi. Ada juga yang merasa buku ini nggak “napak tanah”, karena mengajak orang untuk mengejar mimpi tanpa mempertimbangkan risiko atau mengajarkan bahwa merasa “cukup” itu tidak ideal.
Saya rasa, interpretasi sebuah karya seni—termasuk buku—juga dipengaruhi kepribadian penikmatnya. Seorang optimis akan melihatnya sebagai penyemangat. Sementara mereka yang cenderung pesimis akan memandang The Alchemist sebagai buku motivasi yang “ndakik-ndakik” atau malah tak realistis.
Nah, saya sendiri termasuk orang yang berada di tengah-tengah optimis dan pesimis. Jadi, saya menangkap kata-kata Coelho sebagai motivasi yang juga terus mengingatkan pembaca untuk “melihat tanda-tanda dari alam”. Saya anggap “tanda-tanda” tersebut sebagai logika yang:
- memperingatkan kita terhadap potensi bahaya, atau
- menyarankan jalan lain yang lebih baik untuk meraih keinginan
Lalu, berhasilkan Santiago menemukan harta karun yang telah diisyaratkan dalam mimpinya? Jika ingin menemukan jawaban atas pertanyaan itu, kita harus mengikuti langkah Santiago sampai akhir dan kembali ke titik awal.
Spoiler alert! Proceed at your own risk.
Saya rasa, keseluruhan cerita The Alchemist adalah sebuah alegori yang berusaha menyampikan satu pelajaran inti kepada pembaca: Kadang “harta karun” yang kita cari ada di dekat kita. Namun, kita tetap perlu menempuh perjalanan jauh nan berliku untuk menemukannya karena emas-emas itu menunggu untuk ditemukan saat kita sudah siap untuk memilikinya. Perjalanan itu adalah proses pembelajaran yang harus dilalui agar kita menjadi sosok yang mampu untuk menjaga dan memanfaatkannya dengan bijak.

