[Review Buku] Kumpulan Cerita Rakyat Korea, Dongeng-Dongeng Klasik dari Negeri Ginseng

Judul: Kumpulan Cerita Rakyat Korea
Penulis: Nurul Hanafi
Bahasa: Indonesia
Format: paperback, 99 hal.
Penerbit: Kakatua (2021)
Genre: dongeng, cerita rakyat, kumpulan cerita

sampul buku Kumpulan Cerita Rakyat Korea © Kakatua
sampul buku Kumpulan Cerita Rakyat Korea © Kakatua

Cerita

Buku ini memuat cerita-cerita rakyat klasik dari Korea yang sudah dirangkum dari berbagai sumber literatur klasik dan diceritakan kembali dalam bahasa Indonesia.

  1. Pangeran Cendana, Bapak Korea
  2. Pigling dan Adik Perempuannya yang Sombong
  3. Tuan Tubuh Panjang dan Nyonya Kaki Seribu
  4. Jembatan Langit Burung-Burung Murai
  5. Peramal Buta dan Para Setan
  6. Ayam Kalkun dan Lonceng
  7. Gadis Lipan
  8. Kisah Kecerdikan Zibong
  9. Tiga Menteri yang Tak Mau Menikah
  10. Penyelidik Rahasia Kerajaan, Bag Mun-su
  11. Sebutir Padi
  12. Monster Api
  13. Harimau yang Tak Beradab
  14. Si Katak Hijau
  15. Shimchong, Anak Gadis si Buta
  16. Harimau dan Kesemek
  17. Tiga Pertanyaan
  18. Kursi Kehormatan
  19. Rahasia Seorang Guru
  20. Lelaki Muda dan Anaknya

1 Points for:

☑️ Story

Setting

Characterization

Writing style

Moral/interesting trivia

Level of Interest

💗💗

Review

Ini adalah buku yang iseng-iseng saya beli karena harganya murah dan punya sampul menarik. Saya juga lagi kepo terhadap dongeng-dongeng Asia. Jadilah order buku dari penerbit Kakatua ini.

Saya dengar Kakatua ini disebut problematik oleh para pengguna Twitter. Saya sendiri kurang tahu problematiknya di mana. Tapi buat berjaga-jaga, saya nggak beli buku-buku mereka dulu sampai tahu duduk perkaranya, deh.

Jadi, cerita di buku ini diambil dari buku-buku dongeng Korea dan diceritakan ulang dalam bahasa Indonesia. Saya coba cek buku-buku yang dijadikan rujukan. Ternyata semuanya buku lawas yang sudah masuk public domain. Jadi, memang bebas digunakan siapa saja. Sebagian besar judulnya juga bisa diunduh secara gratis dan legal di situs Project Gutenberg.

Setelah baca buku ini, saya jadi sadar kalau ternyata tidak banyak dongeng klasik Korea yang saya ketahui. Saya masih lebih familiar dengan dongeng-dongeng Jepang. Mungkin karena sudah terpapar dengan mitologi dan folktales Jepang lewat manga.

Dongeng di buku ini yang pernah saya dengar cuma “Jembatan Langit Burung-Burung Murai” yang ternyata adalah versi Korea dari legenda Tanabata (Jepang) dan Qixi (China).

ilustrasi yang menggambarkan Orihime (bintang Vega) dan Hikoboshi (bintang Altair) di legenda Tanabata © GoodFon/Eira_dicra
ilustrasi yang menggambarkan Orihime (bintang Vega) dan Hikoboshi (bintang Altair) di legenda Tanabata © GoodFon/Eira_dicra
gambaran gadis penenun dan pemuda gembala yang bertemu setahun sekali di jembatan burung murai pada legenda Cixi ©Wikimedia Commons/ScribblingGeek
gambaran gadis penenun dan pemuda gembala yang bertemu setahun sekali di jembatan burung murai pada legenda Cixi ©Wikimedia Commons/ScribblingGeek
lukisan dinding dari era Goguryeo yang menggambarkan Gyeonu dan Jiknyeo dalam legenda Chilseok ©Wikimedia Commons
lukisan dinding dari era Goguryeo yang menggambarkan Gyeonu dan Jiknyeo dalam legenda Chilseok ©Wikimedia Commons

“Pigling dan Adik Perempuannya yang Sombong” punya alur cerita yang mirip dengan Cinderella. Kisah gadis piatu yang teraniaya ibu tiri dan adik tiri jahat, lalu ditolong para binatang, dan berakhir diperistri pria terhormat. Kalau di Indonesia, mungkin Bawang Merah Bawang Putih dan Ande-Ande Lumut yang punya cerita seperti ini.

Dongeng-dongeng di buku ini singkat dan diceritakan dengan cukup luwes. Tidak ada cerita yang benar-benar berkesan dan rata-rata memang tidak masuk akal. Namanya juga dongeng. Cerita-cerita macam ini memang kesannya kayak yang ngarang habis mabuk kecubung. Kayak legenda Tangkuban Perahu juga.

Apalagi kalau dongeng-dongeng begini dibaca oleh orang-orang sudah berumur 30-an seperti saya. Rasanya flat saja.

Cerita-cerita seperti ini memang lebih cocok untuk anak-anak. Jika diceritakan dengan imajinatif, masing-masing judul bakal memberikan kesan yang dalam. Baguslah buat perkenalan anak terhadap sastra.

Wlaupun begitu, tidak semua dongeng di buku ini pas diceritakan kepada anak yang masih terlampau kecil. Terutama anak yang belum bisa memahami konsep kematian. Soalnya, cukup banyak dongengnya yang berakhir dengan kematian tragis.

Saya anggap buku ini sebagai variasi yang cukup bagus dari dongeng-dongeng populer yang sudah ada. Supaya kita tahunya bukan cuma dongeng adaptasi Disney.

Trivia

Sampul buku ini menggunakan minhwa bertema kkachi horangi (까치호랑이) yang populer di Korea pada era Joseon.

“Minhwa” secara harfiah berarti ‘lukisan rakyat’ atau ‘lukisan populer’. Istilah ini merujuk pada seni lukis rakyat Korea klasik, umumnya dibuat oleh seniman keliling atau pelukis anonim yang tidak menjalani pelatihan formal. Mereka meniru gaya seni rupa kontemporer untuk keperluan sehari-hari atau sebagai hiasan.

Sementara itu, “kkachi” berarti ‘burung murai’ dan “horangi” bermakna ‘harimau’. Lukisan dengan tema kkachi horangi selalu menggambarkan harimau di bawah pohon pinus dan seekor burung murai hinggap di salah satu dahannya.

Harimau di dalam lukisan selalu digambarkan dengan ekspresi konyol, sementara burung murai ditampilkan sebagai satwa yang cantik atau berada di tempat yang lebih tinggi.

Penggambaran ini sebenarnya adalah satir, semacam ejekan dari kaum kelas bawah terhadap sistem masyarakat feodal pada zaman itu. Harimau, si raja hutan dianggap sebagai simbol yangban (bangsawan). Sementara burung murai adalah perlambang rakyat jelata.

Sumber bacaan:

Folk Paintings of Korea. Korea Monthly Magazine March 2017

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.