
Judul: Inferno (Robert Langdon #4)
Penulis: Dan Brown
Bahasa: Indonesia
Format: Paperback, 644 hal.
Penerbit: Bentang Pustaka (2013)
Genre: Thriller
Sinopsis
Tengah malam, Robert Langdon terbangun di rumah sakit dan syok saat mendapati dirinya ada di Florence, Italia. Padahal, ingatan terakhirnya adalah berjalan pulang setelah memberi kuliah di Harvard. Belum sempat Langdon memahami keganjilan ini, dunianya meledak dalam kekacauan. Di depan mata, dokter yang merawatnya ditembak mati. Langdon berhasil lolos atas bantuan Sienna Brooks, seorang dokter muda yang penuh rahasia.
Dalam pelarian, Langdon menyadari bahwa dia memiliki sebuah stempel kuno berisi kode-kode rahasia ciptaan ilmuwan fanatik yang terobsesi pada kehancuran dunia berdasarkan mahakarya terhebat yang pernah ditulis—Inferno karya Dante. Ciptaan genetis ilmuwan tersebut mengancam kelangsungan umat manusia, Langdon harus berpacu dengan waktu memecahkan teka-teki yang berkelindan dalam puisi-puisi gelap Dante Alighieri. Belum lagi, dia harus menghindari sepasukan tentara berseragam hitam yang bertekad menangkapnya.
1 Point for:
Level of Interest
My Review
Masih menggunakan formula yang sama, Dan Brown ‘mempersenjatai’ novel setebal 644 halaman ini menawarkan petualangan, action, dan teka-teki yang tersembunyi di balik objek-objek bernilai sejarah. Tetap dengan double, bahkan triple plot twist yang bikin pembaca kecele berkali-kali.
Seperti buku-buku sebelumnya, Langdon dimintai tolong oleh salah satu insitusi paling berpengaruh di dunia untuk menjalani misi yang bila gagal dampaknya bisa menjungkirbalikkan dunia.
Plus perempuan cantik dan kompeten sebagai partner. Kalau di Angels & Demons Langdon bertualang bersama Vittoria, Da Vinci Code dengan Sophie Neveu, kali ini Langdon mencoba membongkar teka-teki peninggalan Zobrist, penemu jenius sekaligus penggila Divine Comedy bersama Dr. Sienna Brooks.
Kali ini pembaca diajak jalan-jalan ke Florence, Venesia, dan Turki. Mampir ke bangunan-bangunan terkenal dalam sejarah seperti Palazzo Pitti dan Giardino di Boboli-nya yang super keren itu serta Hagia Sophia. Mempelajari karya seni klasik dari para maestro dunia yang berhubungan dengan Dante Alighieri.


Kalau di Da Vinci Code dan Angels & Demons kita berkenalan dengan teori-teori konspirasi menggemparkan seputar Kristen. The Lost Symbols menjadikan sejarah (atau teori konspirasi) Freemason dan noetic science sebagai isu utama. Nah, di buku ini Dan Brown memperkenalkan kita pada Divina Comedia alias The Divine Comedy dan transhumanisme.
Pada dasarnya saya merasa karya terbaru Brown ini tetap bikin ketagihan buat dibaca. Tapi harus saya akui, plot andalan Brown ini sudah mulai usang. Dia perlu formula baru atau Robert Langdon akan segera kehilangan pembaca setia.
About The Divine Comedy
Saya sudah pernah menyinggung soal Divine Comedy di review Gabriel’s Inferno dan Gabriel’s Rapture. The Divine Comedy merupakan puisi Italia klasik dengan konsep alegori yang ditulis Dante Alighieri pada tahun 1308-1321. Puisi ini terdiri dari tiga babak yang menggambarkan perjalanan roh manusia setelah kematian sesuai konsep Kristen, dialegorikan ke dalam perjalanan Dante dari neraka hingga ke surga.
Bagian pertama disebut Inferno, menceritakan kunjungan Dante ke neraka bersama Virgil sang pujangga Romawi kuno. Bagian ini melambangkan penebusan dosa yang harus dilalui manusia setelah mati.


Inferno merupakan bagian dari Divine Comedy yang paling populer. Episode inilah yang paling banyak diadaptasi para seniman ke dalam karya mereka. Salah satu yang paling impresif adalah Map of Hell karya Sandro Botticelli yang banyak disinggung dalam novel ini.

Bagian kedua disebut Purgatorio, menceritakan pendakian Dante ke puncak Gunung Purgatorio. Bagian ini melambangkan pengampunan atas dosa-dosa yang sudah ditebus.

Bagian ketiga disebut Paradiso, menceritakan perjalanan Dante ke surga dengan dipandu Beatrice Portinari, cinta platoniknya semasa hidup.

Kenapa disebut ‘komedi’? Padahal keseluruhan puisinya sama sekali tidak lucu. Menyeramkan, malah.
Ternyata ini merujuk pada pengkategorian karya sastra pada abad 14 ketika Inferno diterbitkan. Saat itu hanya ada dua jenis sastra; tragedi dan komedi. Tragedi adalah sastra tinggi yang ditulis dalam bahasa Italia resmi. Sementara komedi ditulis dengan bahasa untuk rakyat jelata. Nah, karena Inferno, Purgatorio, dan Paradiso ditulis Dante dalam bahasa Italia sehari-hari, maka dia digolongkan dalam komedi.
About transhumanism
Apa itu transhumanisme? Ini adalah gerakan intelektual dan kultural yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia di masa depan dengan mentransformasi kondisi manusia itu sendiri.

Aliran ini diikuti oleh para visioner dan ilmuwan yang mencoba menciptakan teknologi untuk meningkatkan kemampuan manusia dari segi fisik, intelektual, dan psikologis atau dengan kata lain menciptakan ras manusia super yangmampu menghadapi segala tantangan di masa depan. Sounds like Nazi and Dr. Mengele? 😀
One thought on “Review: Inferno (Robert Langdon #4) by Dan Brown”