Review: The Girl on the Train, the next Gone Girl?

The Girl on the Train. Photo taken from Goodreads
      The Girl on the Train.  Photo taken from Goodreads

Judul:  The Girl on the Train
Penulis: Paula Hawkins
Bahasa: Indonesia
Format: Paperback, 432 hal.
Penerbit: Noura Books (2015)
Genre: Thriller, suspense

Sinopsis

Satu kematian
Tiga wanita dengan jalan hidup yang saling membelit

Rachel menaiki kereta komuter yang sama setiap pagi. Setiap hari dia terguncang-guncang di dalamnya, melintasi sederetan rumah-rumah di pinggiran kota yang nyaman, kemudian berhenti di perlintasan yang memungkinkannya melihat sepasangan suami istri menikmati sarapan mereka di teras setiap harinya. Dia bahkan mulai merasa seolah-olah mengenal mereka secara pribadi. “Jess dan Jason,” begitu dia menyebut mereka. Kehidupan mereka-seperti yang dilihatnya-begitu sempurna. Tak jauh berbeda dengan kehidupannya sendiri yang baru saja hilang.

Namun kemudian, dia menyaksikan sesuatu yang mengejutkan. Hanya semenit sebelum kereta mulai bergerak, tapi itu pun sudah cukup. Kini segalanya berubah. Tak mampu merahasiakannya, Rachel melaporkan yang dia lihat kepada polisi dan menjadi terlibat sepenuhnya dengan kejadian-kejadian selanjutnya, juga dengan semua orang yang terkait. Apakah dia telah melakukan kejahatan alih-alih kebaikan?

Para tokoh

Rachel Watson
Seorang janda alkoholik yang hidupnya kacau sejak suaminya berselingkuh dan menceraikannya. Satu-satunya penghiburan Rachel setiap hari adalah menumpang kereta komuter dan mengintip sekilas kehidupan sempurna:

Megan Hipwell
Megan memiliki suami yang memujanya. Hidupnya tampak sempurna dari luar. Tetapi wanita cantik ini menyembunyikan rahasia kelam dan pikiran-pikiran gelap. Dia bertetangga dan pernah bekerja untuk:

Anna Watson
Anna berusaha meyakini kalau rumah tangganya dengan Tom dan Tom sempurna. Memang kehidupan seperti inilah yang dicarinya sejak dulu, yang membuatnya nekat mencuri Tom dari Rachel. Tetapi Rachel terus merongrong kebahagiaan mereka.

2 Points for:

cross signStory

Characterization

 Writing style

 cross signMoral/interesting trivia

Level of Interest

My Review

The Girl on the Train membawa pembaca menelusuri misteri hilangnya Megan melalui sudut pandang Rachel, Anna, dan Megan sendiri (dengan alur mundur beberapa bulan sebelumnya). Di sini Rachel yang lebih banyak berperan sebagai detektif. Pergerakan Rachel-lah yang membawa cerita menuju titik pemecahan. Hanya saja kondisi mental Rachel yang tak stabil membuat pemecahan kasus jadi berbelit-belit. Tapi justru di situ letak keseruannya. Kalau Rachel bukan pemabuk parah yang ingatannya bisa diandalkan, nggak bakal ada konflik dan pembaca juga nggak bakal geregetan.

Dari segi suspense (atau thriller, whatever lah. Saya nggak pernah bisa membedakan keduanya), buku ini kekurangan detail gory yang menurut saya penting unruk
membangun ketegangan dalam cerita. Saya terbiasa dengan thriller pembunuhan yang diwarnai gruesome death macam buku-buku Karen Rose, Beverly Barton, dan Richard Montanari.

Dari sisi karakter, seperti yang sudah saya gambarkan di sinopsis, ketiga narator adalah tokoh yang punya terlalu banyak cela, meskipun mereka juga tidak bisa dideskripsikan sebagai anti-heroine. Kebanyakan reviewer merasa sebal kepada Anna, Megan, dan Rachel. Tetapi bagi saya perilaku dan pemikiran mereka cukup bisa dipahami. Rasanya saya juga bakal sebusuk itu kalau menghadapi situasi yang serupa dengan mereka. Setiap orang toh punya pikiran-pikiran jahat di sudut benak mereka.

Twist-nya lumayan dapet, meskipun tidak semengejutkan Gone Girl yang sukses bikin saya suram setelah membacanya. Saya masih tetap selow setelah menutup halaman terakhir The Girl on the Train.

Baca buku ini perlu kesabaran. Pasalnya pembaca akan disuguhi narasi-narasi panjang inner dialogue ketiga tokoh utama. Apalagi ketiga narator memang bukan jenis heroine yang bakal bikin kita bersimpati. Wajar kalau pembaca merasa jenuh ketika mencapai pertengahan buku.

Jadi pertanyaannya:

Did the book worth my time?
Yes.
Will I read it again?
No. It’s not that compelling.

22557272 1221154 23364977 

Rip-off of Gone Girl?

Kurang fair sebenarnya kalau harus membandingkan satu buku dengan buku lain yang lebih dulu muncul. Apalagi setiap genre pasti menyuguhkan formula yang kurang-lebih sama. Begitu juga dengan novel ini, yang selalu dibanding-bandingkan dengan Gone Girl.

Gone Girl. Photo taken from Coverlib.com
Gone Girl.    Photo taken from Coverlib.com

Tetapi harus diakui kalau konsep dan kemasan ide cerita The Girl on the Train memang tidak beda jauh dengan Gone Girl, Before I Go to Sleep, atau novel-novel thriller-suspense lainnya. Beda tokoh, beda tema, tetapi secara garis besar sebelas-dua belaslah.

The Girl on the Train goes to major motion picture

Tren-nya buku laris zaman sekarang adalah ‘dieksploitasi’ habis-habisan untuk memerah duit dari penggemar. Kalau nggak dibuat sekuel, prekuel, spin-off, ditulis ulang dengan POV yang berbeda (macam Twilight dan Fifty Shades of Grey), ya diadaptasi ke layar lebar.

The Girl on the Train termasuk best seller yang diadaptasi ke layar lebar dalam waktu singkat. Belum setahun bukunya beredar, tetapi proses produksinya sudah berjalan. Filmnya diproduksi oleh DreamWorks dan disutradarai oleh Tate Taylor. Aktor-aktris yang dipilih untuk membintangi film antara lain Emily Blunt (Rachel), Rebecca Ferguson (Anna), Haley Bennett (Megan), dan Justin Theroux (Tom).

Emily Blunt sebagai Rachel dalam film The Girl on the Train. Photo taken from DailyMail
Emily Blunt (Rachel).      Photo taken from DailyMail
 Emily Blunt (Rachel). Photo taken from DailyMail
Emily Blunt (Rachel).     Photo taken from DailyMail

Saya harap film ini akan dibuat dengan serius, bukan seperti versi layar lebar sejumlah novel YA yang digarap setengah matang. Alasan pemilihan aktor cuma ‘seberapa sering si bintang masuk pemberitaan media online‘. Interpretasi cerita dalam naskah pun seadanya saja. Proses produksinya kilat, semua demi mengejar momen.

Syukur-syukur kalau adaptasi The Girl on the Train nanti bisa seotentik The Lord of the Rings atau lebih heboh seperti Silence of the Lamb. Expecting too much, huh?

2 thoughts on “Review: The Girl on the Train, the next Gone Girl?

  1. Haha, emang tuh lagi tren ‘mengeksploitasi’ best seller buat merah duit fans. Tapi menurutku juga para produser jaman sekarang tuh pada males mikir 😅, jadi ya asal langsung comot buku-buku laku aja 😜.

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.