

Judul: Sang Iblis dan Nona Prym (On the Seventh Day #3)
Penulis: Paulo Coelho
Bahasa: Indonesia
Format: paperback, 250 hal.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2011)
Genre: fiksi,drama, filsafat
Cerita
Taken from Goodreads:
Sebuah masyarakat yang dijangkiti ketamakan, kepengecutan, dan kekuatan. Seorang lelaki yang dikejar hantu masa lalunya yang pedih, seorang gadis muda yang mencari kebahagiaan. Dalam tujuh hari yang penuh kejadian, kematian dan kekuasaan, masing-masing akan memilih jalannya sendiri. Kebaikan atau kejahatan yang akan dipilihnya?
Sebuah desa terpencil bernama Viscos menjadi panggung berlangsungnya pergulatan luar biasa ini. Seorang lelaki asing datang, menyandang tas berisikan sebuah catatan dan sebelas batang emas, datang mencari jawaban atas pertanyaan yang menyiksanya: Apakah manusia pada hakikatnya baik atau jahat? Dalam menyambut tamu asing yang misterius itu, seluruh desa pun menjadi bagian dari rencana rumitnya, rencana yang akan meninggalkan jejak abadi dalam hidup mereka.
5 Points for:
Story
Setting
Characterization
Writing style
Moral/interesting trivia
Level of Interest
Review
Buku ini adalah rekomendasi dari Kun Sila Ananda dan saya berterimakasih karena dia sudah mempropagandakan karya Coelho kepada saya. 😀 Sebenarnya saya juga lupa-lupa ingat buku yang saya baca ini sampulnya yang mana.
Jadi The Devil & Miss Prym ini adalah buku terakhir yang menutup seri On The Seventh Day-nya Coelho. Buku pertama adalah By The River Piedra I Sat Down and Wept. Sementara buku kedua adalah Veronika Decides to Die.
Veronika Decides to Die sudah diangkat ke layar lebar dengan bintang Sarah Michelle Gellar. Kapan-kapan saya harus coba nonton ini. Kelihatannya cukup bagus, meskipun posternya terkesan kelewat girly.

Jalan cerita
Seperti yang sudah disebutkan di dalam sinopsis, cerita ini berputar pada sebuah gagasan yang ingin dibuktikan kebenarannya oleh Carlos, si pria asing dengan iblis di dalam dirinya.
“Aku menemukan bahwa jika dihadapkan pada pencobaan, kita selalu gagal. Jika diberikan kondisi yang tepat, setiap manusia di muka bumi ini akan bersedia melakukan kejahatan”
Saya rasa persimpangan antara baik dan buruk dalam batin setiap manusia memang jenis plot paling dramatis dalam sebuah cerita. Akankah kita menjadi setan jika keadaan memaksa? Bagaimana cara kita berdamai dengan dosa tersebut?
Kedatangan Carlos telah mengubah hidup para penduduk Viscos. Sampai pada titik di mana warga berembuk siapa yang harus mati agar emas milik Carlos bisa dibagi sama rata. Dan pada ahirnya Carlos telah memberikan pelajaran hidup berharga bagi warga Viscos. Sementara Carlos sendiri juga menemukan pelajaran berharga untuk dirinya. Pelajaran yang idealnya juga meresap di hati para pembaca.
Setiap bab membawa emosi pembaca ikut naik turun, meskipun bagi saya lebih banyak naiknya. Bahkan tanpa adegan pembunuhan berdarah pun buku ini tetap terasa mencekam. Mencekam dan mengharukan di saat yang sama.
Setting
Pertarungan antara sifat-sifat baik dan jahat dalam diri setiap manusia di buku ini memang benar-benar menggigit. Apalagi Viscos memang latar yang sempurna. Desa terpencil yang sunyi dan terlewatkan oleh modernisasi. Dengan segelintir penduduk yang seolah tak memiliki semangat hidup, tetapi seketika menunjukkan nafsu duniawi begitu dihadapkan dengan harta.
Dari awal cerita kita sudah disuguhi deskripsi tentang Viscos. Begitu detail hingga kita bisa membayangkan sendiri betapa dingin dan sunyinya desa itu. Segala hal terjadi dalam rangkaian rutinitas dan bisa dikatakan tak ada hal besar yang terjadi di sana. Seperti inilah latar ideal dalam cerita-cerita thriller.
Penokohan
Penggambaran Coelho atas para tokoh sentral di The Devil & Miss Prym sangat hidup dan menarik. Singkatnya, Viscos dikendalikan oleh 6 warga. Wanita pemilik satu-satunya hotel di Viscos, tuan tanah, kepala desa dan istrinya, pastor, dan si pandai besi. Dia perdengarkan suara batin karakter-karakter yang dari luar terlihat membosankan kepada pembaca. Dan ternyata isi kepala mereka yang sebenarnya jauh dari kata membosankan, meskipun masih relatable bagi kita.
Chantal Prym adalah tipikal gadis muda dengan banyak mimpi yang tergerus pengalaman-pengalaman pahit. Carlos, si pria asing mengguncang Viscos dengan kedatangannya juga sama saja. Meskipun hal-hal yang dialami jauh berbeda dari Miss Prym. Pendek kata, pria ini sudah lebih dulu merasakan pertempuran sengit antara baik dan jahat di dalam dirinya.
Latar belakang masing-masing tokoh tergarap dengan detail. Tak hanya Miss Prym dan Carlos. Tentu saja perkembangan cerita berpusat pada interaksi mereka berdua. Tapi perkembangan tokoh lain pun turut membentuk jalinan cerita yang membuat The Devil & Miss Prym tak terlupakan.
Penulisan
Kepala saya sakit kalau disuruh baca buku filsafat. Bahkan filsafat untuk pemula dengan kemasan ringan seperti Sophie’s World pun masih sulit saya cerna. Tapi kalau pelajaran hidup disampaikan seperti dialog antara Carlos dan Chantal Prym, saya jelas tidak keberatan.
‘Ceramah’ di dalam The Devil and Miss Prym ini bukan cuma quotable, tapi juga mengena. Dan latar panggung yang dipilih Coelho untuk menyampaikan nasihat hidup kepada para pembacanya benar-benar memukau.
Secara pribadi saya merasa Coelho sedikit menggurui. Saya mendapatkan kesan ini dari The Alchemist dan The Devil & Miss Prym ini. Dia juga tak lucu dengan cara ganjil seperti Neil Gaiman. Tapi tak bisa dipungkiri kalau Coelho adalah penceramah sekaligus pendongeng yang memukau. Kalau tidak, saya tidak mungkin begitu penasaran untuk menyelesaikan dua buku tersebut dalam waktu semalam.
Kenapa saya sebut Paulo Coelho sebagai pendongeng? Bukan karena nasihat-nasihatnya cuma khayalan idealis tak bermakna. Tetapi karena petuah-petuah bijak itu dia kemas dengan luwesnya bersama mitos, legenda, dan cukilan kisah dari kitab suci. Di tangannya, pertarungan antara sisi gelap dan terang menjadi drama yang megah. Bahkan dengan latar sesederhana Viscos sekalipun.
Pada akhirnya, Coelho mencoba mengingatkan setiap pembaca bahwa kita semua berkutat dengan sisi gelap dan terang. Masing-masing bertahta slih berganti di dalam hati dan pikiran. Kadang keduanya bertarung sengit dan berakhir dengan kita menjadi iblis. Tak jarang pula sisi terang berhasil mengungguli, sejenak menjadikan kita bukan malaikat, tetapi seorang manusia yang berhati dan etika. Dan semua itu perkara pilihan, karena sesungguhnya manusia cukup berdaya untuk mengikuti arus atau menentang keadaan yang menghimpit sekalipun. Sok iyes sekali, ya. 😀