[Review Buku] Romancing Mr. Bridgerton (Bridgerton #4)

If Miss Featherington were to somehow manage to drag a Bridgerton brother to the altar, it would surely mean the end of the world as we know it, and This Author, who freely admits she would not know heads from tails in such a world, would be forced to resign her post on the spot.

Lady Whistledown di Romancing Mr. Bridgerton (Julia Quinn)

Saya sudah review dua buku pertama Bridgerton. Seharusnya, review kali ini membahas An Offer from a Gentleman (Bridgerton #3). Walaupun begitu, saya memilih review Romancing Mr. Bridgerton duluan karena mengikuti Netflix series-nya yang mendahulukan kisah Colin dan Penelope.

Judul: Romancing Mr. Bridgerton—Romansa Mr. Bridgerton (Bridgerton #4)
Penulis: Julia Quinn
Bahasa: Indonesia
Format: paperback, 472 hal.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2010)
Genre: historical romance, drama

Romancing Mr. Bridgerton (Bridgerton #4) oleh Julia Quinn © Gramedia Pustaka Utama
Romansa Mr. Bridgerton atau Romancing Mr. Bridgerton (Bridgerton #4) oleh Julia Quinn © Gramedia Pustaka Utama

Sinopsis

“Para ibu yang ingin menikahkan putrinya merasakan kegembiraan luar biasa—Colin Bridgerton telah kembali dari Yunani!

Lembar Berita Lady Whistledown, April 1824

Colin Bridgerton letih dianggap tak lebih dari pria pemikat berkepala kosong, bosan oleh kerutinan dalam hidupnya. Di atas segalanya, Colin lelah melihat semua orang terobsesi dengan kolumnis gosip terkenal, Lady Whistledown, yang tampaknya tak bisa mempubliksikan lembar berita tanpa menyebutkan nama Colin pada paragraf pertama.

Tapi sekembalinya ke London dari luar negeri, Colin mendapati tak ada dalam hidupnya yang sama seperti dulu—terutama Penelope Featherington!

Gadis yang… seakan tak terlihat itu tiba-tiba menjadi gadis yang menghantui mimpi-mimpinya. Tapi ketika Colin mendapati Penelope memiliki rahasia tersendiri, si bujangan yang sulit ditaklukan itu harus memutuskan… apakah Penelope merupakan ancaman terbesarnya—ataukah jawaban menuju kebahagiaan selama-lamanya?

Para Tokoh

Penelope Featherington (28 tahun)

Nicola Coughlan sebagai Penelope Featherington di serial Netflix, Bridgerton © dok. Netflix/Bridgerton
Nicola Coughlan sebagai Penelope Featherington di serial Netflix, Bridgerton © dok. Netflix/Bridgerton

Salah satu anak gadis keluarga Featherington ini terbiasa disisihkan dan menjadi bahan olok-olok kaum terhormat London.

Ia bersahabat dengan Eloise Bridgerton sejak lama dan sudah dianggap keluarga sendiri oleh keluarga Bridgerton.

Penelope memendam cinta kepada Colin sejak remaja. Walaupun begitu, ia tahu Colin tak akan pernah bisa digapainya.

Unrequited love was never easy, but at least Penelope Featherington was used to it.

Romancing Mr. Bridgerton (Julia Quinn)

Penelope bertekad menjadi perawan tua yang bahagia bersama Eloise. Diam-diam, ia menyalurkan minat dan mengumpulkan kekayaan lewat Lembar Berita Lady Whistledown yang ditulisnya secara anonim.

Colin Bridgerton (33 tahun)

Luke Newton sebagai Colin Bridgerton di serial Netflix, Bridgerton © dok. Netflix/Bridgerton
Luke Newton sebagai Colin Bridgerton di serial Netflix, Bridgerton © dok. Netflix/Bridgerton

Satu-satunya anak lelaki keluarga Bridgerton yang bermata hijau, punya nafsu makan luar biasa, dan disebut memiliki senyuman paling menawan di antara kaum bangsawan London.

Colin yang pandai bergaul dan ramah dikenal sebagai bujangan kesayangan London. Walaupun terlihat santai dan cuek, Colin merasa hidupnya tak berarti. Ia tak memiliki pencapaian apa pun, tak seperti Anthony dan Benedict.

Selama bertahun-tahun, Colin menganggap Penelope seperti adik sendiri. Namun sekembalinya dari Siprus, ia seperti “dipaksa” melihat Penelope dengan cara yang berbeda.

Penelope was a constant in his life. His sister’s friend—the one who was always at the fringes of the party; nearby, but truly a part of things.

But the world seemed to be shifting.

Romancing Mr. Bridgerton (Julia Quinn)

Penelope telah membuka mata Colin terhadap banyak hal di hidupnya. Gadis itu bahkan berhasil menarik keluar sisi lain pribadi Colin yang tak diketahui semua orang.

5 Points for:

☑️ Story

☑️ Setting

☑️Characterization

☑️ Writing style

☑️ Interesting trivia

Level of Interest

💗💗💗💗💗

Review

Romancing Mr. Bridgerton adalah buku terfavorit saya di seri Bridgerton. Entah sudah berapa kali buku ini saya baca ulang.

Bagi saya, cerita Colin dan Penelope ini benar-benar komplet. Chemistry-nya cakep, dramanya dapet, komedinya juga cukup segar.

Romansanya ada, persahabatannya ada, cerita tentang keluarganya juga ada banget.

Saya suka banget sama karakter Penelope yang digambarkan pernah obesitas dan dipandang sebelah mata oleh hampir semua orang. Walaupun begitu, sebenarnya dia adalah gadis yang cerdas, cerkas, dan lucu.

Setelah menerima nasib sebagai perawan tua, Penelope seolah menemukan keberanian untuk menjadi dirinya. Hal itulah yang membuat Colin pertama kalinya terpesona.

Colin sendiri adalah anak keluarga Bridgerton yang karakternya paling saya sukai. Meskipun terkesan seperti pria hura-hura yang nggak punya tujuan, dia memang charming. Jauh lebih charming daripada Anthony yang bossy dan Benedict yang agak introvert. Setiap interaksinya dengan Penelope menunjukkan chemistry yang tumpah-tumpah, meskipun kadang mereka melukai ego satu sama lain.

Satu hal yang paling penting, Colin dan Penelope adalah karakter yang memiliki passion sama. Keduanya memiliki bakat menulis yang terpendam.

Penelope sudah mewujudkan mimpinya sebagai penulis, meskipun harus dengan merahasiakan identitasnya. Sementara Colin masih tidak percaya diri dengan kemampuan menulisnya. Justru Penelope yang nantinya mendorong Colin untuk menerbitkan buku.

Meskipun percintaan mereka tidak diawali dengan instant attraction seperti Simon-Daphne (lebih tepatnya Simon yang attracted pada pandangan pertama kalau di buku) dan Sophie-Benedict, asmara Colin dan Penelope tidak kalah membara, kok!

[REVIEW BUKU] THE VISCOUNT WHO LOVED ME (BRIDGERTON #2)

Colin, Penelope, dan Lady Whistledown

Satu hal penting yang membedakan Bridgerton versi novel dan Netflix series adalah momen terungkapnya identitas Penelope sebagai Lady Whistledown. Kenyataan ini sudah disuguhkan kepada penonton sejak akhir season pertama. Kalau di buku, identitas Lady Whistledown baru terungkap di pertengahan cerita Romancing Mr. Bridgerton.

Identitas Lady Whistledown menjadi salah satu poin terpenting dalam cerita Romancing Mr. Bridgerton. Colin benar-benar penasaran dengan identitas penulis lembar gosip yang sering memperolok dirinya itu, terutama karena dia curiga kepada Eloise.

Terungkapnya identitas Lady Whistledown juga menjadi titik balik bagi Penelope. Terbongkarnya rahasia tersebut bisa merusak reputasinya atau malah membuat kaum bangsawan London menaruh hormat kepadanya. Nah, di sinilah peran Colin dan keluarga Bridgerton dalam melindunginya.

Penuh Dialog Kocak dan Adegan Lucu

Kemunculan Lady Bridgerton dan saudara-saudara Colin seperti biasa menghadirkan dialog-dialog kocak. Mereka ini kalau sudah ketemu isinya cuma saling ejek atau berantem. Sudah begitu, semua anak—dari yang paling tengil seperti Eloise, Hyacinth yang paling pembangkang, sampai Anthony yang paling galak—nggak berani bantah sang ibu.

Walaupun begitu, adegan-adegan paling kocak di novel ini dimulai saat Colin melamar Penelope yang lagi turun dari kereta. Saking kagetnya, Penelope sampai kejeblos.

[REVIEW BUKU & TV SERIES] THE DUKE AND I VS BRIDGERTON: SEASON 1

Naik darahnya Colin gara-gara keluarga Featherington yang nggak nyambung-nyambung saat dia menyatakan maksud buat meminang Penelope juga lucu banget. Saya bakal kecewa kalau adegan ini tidak ada di Netflix series-nya.

Pokoknya, Romancing Mr. Bridgerton adalah novel terbaik di seri Bridgerton. Saya harap Netflix mengeksekusi cerita di buku keempat ini dengan baik.

Sampai sekarang, saya baru mulai bisa menerima Luke Newton sebagai Colin Bridgerton. Entah showrunner-nya Bridgerton yang kurang serius baca materi aslinya atau gimana, menurut saya karakter Colin dan Benedict tertukar. Akibatnya, aktornya pun kelihatan seperti tertukar.

Seharusnya Colin lebih santai, murah senyum, iseng, dan easygoing sebagai saudara. Luke Thompson yang punya crooked smile nan tengil lebih cocok untuk memerankan karakter ini. Colin di buku bahkan digambarkan punya “slightly crooked smile” juga. Tapi dia malah kebagian peran sebagai Benedict Bridgerton.

Benedict Bridgerton itu lucu, tapi agak pendiam, bakat bucin, dan paling jangkung di antara kakak-beradik Bridgerton. Seharusnya Luke Newton lebih cocok memerankan karakter ini.

Luke Newton (kiri) dan Luke Thompson (kanan) sebagai Colin dan Benedict Bridgerton di Netflix series, Bridgerton © dok. Netflix/Bridgerton
Luke Newton (kiri) dan Luke Thompson (kanan) sebagai Colin dan Benedict Bridgerton di Netflix series, Bridgerton © dok. Netflix/Bridgerton

Selain itu, tolonglah, karakter Marina nggak usah dimunculkan dulu sampai season-nya Eloise nanti!

Marina ini, kan, seharusnya ada di cerita Eloise dan Phillip. Porsi kemunculannya pun seharusnya minim banget. Wong dia ini mendiang istri Phillip, sepupu jauh keluarga Bridgerton yang hidupnya hampir nggak pernah bersentuhan dengan Colin dan saudara-saudaranya. Kenapa diubah jadi sepupu Penelope, saingan Daphne di “pasar perjodohan”, dan objek bucinnya Colin sampai dua season?

Trivia

Diceritakan melalui sudut pandang orang ketiga (3rd POV), Colin berpendapat kalau Penelope memiliki kulit putih mulus merona dambaan para perempuan pada masa itu.

Narasi itu juga menyebut para perempuan menggunakan arsenik untuk mendapatkan kulit cantik.

Her brown hair had a touch of red to it, highlighted nicely by the flickering candles. And her skin was quite lovely–that perfect peaches-and-cream complexion that ladies were always slathering their faces with arsenic to achieve.

Romancing Mr. Bridgerton (Julia Quinn)

Para perempuan terhormat Eropa di masa lalu menginginkan kulit putih pucat untuk menonjolkan status sosial. Sama seperti kebanyakan orang Indonesia saat ini, kulit putih dianggap sebagai tanda bahwa pemiliknya memiliki kondisi finansial yang bagus sehingga tidak perlu beraktivitas di bawah terik matahari.

Seperti kita ketahui bersama, arsenik adalah racun yang cukup berbahaya. Kandungan ini bisa menyebabkan kerusakan organ hingga kematian jika dikonsumsi manusia.

Pada zaman dahulu, arsenik sempat populer sebagai obat dan bahan kosmetik. Kandungan beracun ini diyakini bisa menjadikan kulit putih.

Lola Montez, penari terkenal yang sempat menjadi simpanan Raja Ludwig I dari Bavaria menulis di bukunya yang berjudul The Arts of Beauty kalau para perempuan Bohemia rutin mandi air arsenik agar kulit mereka terlihat putih transparan.

Lola Montez © 1851 public domain
Lola Montez © 1851 istimewa

Arsenik juga bisa menghasilkan tampilan kulit wajah “sehat” secara instan karena bisa melebarkan pembuluh kapiler dan memberikan rona kemerahan temporer.

Sayangnya, arsenik juga menyebabkan ketergantungan. Jika penggunaannya dihentikan, kondisi kulit jadi lebih buruk daripada sebelum pemakaian. Karena itulah, konsumen produk skincare berbahan arsenik tidak bisa lepas darinya.

Karena populer selama puluhan tahun, pada tahun 1890-an produsen kosmetik mulai gencar memasarkan arsenic complexion wafer.

Dr. James P. Campbell's Safe Arsenic Complexion Wafers © Smithsonian: National Museum of American History
Dr. James P. Campbell’s Safe Arsenic Complexion Wafers © Smithsonian: National Museum of American History

Produk kecantikan berbentuk tablet ini populer sampai zaman Perang Dunia I. Setelah itu, popularitasnya memudar. Walaupun begitu, sabun arsenik masih banyak dijual sampai tahun 1930-an.

Riset yang lebih mendalam kemudian membuktikan kalau aplikasi topikal arsenik dalam jangka panjang bisa mengakibatkan keratosis, kebotakan, hingga vitiligo.

Sumber bacaan:

The Most Dangerous Beauty Through the Ages. The Cut
The Poisonous Beauty Advice Columns of Victorian England. Atlas Obscura
The Price of Beauty: The Dangerous Cosmetics Used Until the 20th Century. History Extra

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.