Review: Dilan, Dia Adalah Dilanku Tahun 1990 – Nostalgia Masa Remaja Anak-anak 90-an

“Milea. Kamu cantik. Tapi, aku belum mencintaimu. Nggak tahu kalau sore. Tunggu aja.”

“Pemberitahuan: Sejak sore kemaren, aku sudah mencintaimu – Dilan!”

Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1990
Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1990

Judul: Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1990 (Dilan #1)
Penulis: Pidi Baiq
Bahasa: Indonesia
Format: paperback, 332 hal.
Penerbit: Pastel Books (Mizan Group) (2009)
Genre: fiksi, romance, teenlit

Cerita

Tentang nostalgia cinta monyet zaman SMA Milea dengan seorang cowok ‘ajaib’ bernama Dilan. Dilan adalah pemuda bandel, sering bolos, dan suka berkawan dengan anak-anak berandal.

Tetapi dia selalu memperlakukan Milea seperti putri. Tetapi perhatian-perhatian manisnya yang super aneh itu bisa bikin Milea penasaran, kangen, dan naksir.

Tapi Milea masih punya pacar di Jakarta. Masih ada Kang Adi yang berharap kepadanya. Masih ada Susi yang nggak rela kalau Dilan dekat sama cewek lain.

1 Point for:

Story

check signSetting

Characterization

Writing style

Moral/interesting trivia

Level of Interest

Bagi saya, baca buku ini sama menyenangkannya dengan baca Sebuah Makhluk Mungil (Katyusha), Jomblo (Adhitya Mulya), dan 5 cm (Donny Dhirgantoro). Soalnya, buku ini ringan, lucu, dan bikin suasana hati enak setelah membacanya. Tapi jangan mengharapkan bahasa nyastra nan apik saat membaca buku ini. Kebanyakan kalimat langsung di buku ini justru nggak enak dibaca, setidaknya menurut saya. Misalnya ini.

“Kalau dimarah, nanti kamu jadi kasihan sama aku.”
“Ketawa jangan?”
“Pengen ya, ke Dilan?”

Ceritanya bahkan lebih simpel dari teenlit Indonesia yang kata saya kayak sinetron. Tentang Milea, cewek cantik, pintar, populer anak tentara yang baru pindah ke Bandung. Hari pertama di sekolah baru dia ketemu seorang cowok ajaib bernama Dilan. Baru tanya nama, tahu-tahu Dilan meramal mereka bakal ketemu lagi di kantin. Setelah Milea nggak mampir kantin, ramalannya diralat lagi. Lalu Dilan kirim undangan buat Milea, isinya ajakan buat masuk sekolah. Selang beberapa hari, Dilan datang ke rumah, menawarkan menu baru di kantin. Saat Milea ulang tahun, Dilan menghadiahkan TTS yang sudah habis habis diisi. Katanya dia nggak mau Milea pusing mikir jawaban TTS. Waktu Milea nggak enak badan, Dilan datang membawakan bibi tukang pijat.

Dilan ini terkenal bandel, sering bolos, dan suka bikin onar. Tapi rupanya si Dilan juga jago nyepik. Meskipun sepikannya ‘krik-krik’. Bisa ditebaklah, berkat sepikan Dilan yang ‘krik-krik’ tapi persisten itu, Milea jadi sebel, lama-lama penasaran, dan berangsur jadi demen. Sesederhana itu, kok, ceritanya.

Dilan Series
Dilan Series

Kalaupun ada sedikit bumbu drama, paling cuma adegan berantem Milea sama fansnya Dilan, sama pacar lama yang nggak terima diputusin, atau ngambek-ngambeknya Milea saat Dilan mau berangkat tawuran. Kadang-kadang saya juga mangkel sama sifat demanding Milea. Yang seperti ini, lho yang bikin saya males. Kesannya kok, sepihak sekali. Minta dimengerti tetapi nggak yakin juga sudah mengusahakan sesuatu agar pasangannya bisa mengerti atau tidak.

“Aku ingin pacaran dengan orang yang dia tahu hal yang aku sukai tanpa perlu kuberitahu, yang membuktikan kepadaku bahwa cinta itu ada tetapi bukan oleh apa yang dikatakannya melainkan oleh sikap dan perbuatannya.”

Tapi dari unsur komedinya bolehlah. Dialog-dialognya Dilan yang mblarah ini pasti bikin siapapun ketawa. Mungkin metode sepiknya boleh juga ditiru para cowok. Barangkali bisa buat menggaet cewek idola di sekolah atau kampus (anak zaman sekarang masih nyebut idola? Maklum, saya SMA-nya udah belasan tahun lalu).

Ada unsur nostalgianya juga buat generasi lawas seperti saya. Yah, meskipun di setting novel ini, 1990, saya masih belum TK. Tapi ada banyak kesamaan antara pergaulan anak muda di zaman itu dengan masa-masa saya sekolah. Terutama soal tawur-tawurnya. Bukan berarti saya setuju dengan aksi anarkis begini, ya. Tapi zaman dulu memang perselisihan diselesaikan dengan cara begitu, bukan dengan cyberbullying rame-rame seperti sekarang.

Soal dialognya yang ngawur, sepertinya ini memang ciri khas Pidi Baiq. Saya belum pernah baca buku-bukunya yang lain. Tapi baca deskripsi penulisnya saja sudah ketahuan kalau dia sama koplaknya dengan si Dilan.

Pidi Baiq. Photo Credit: Goodreads
Pidi Baiq.   Photo Credit: Goodreads

Imigran dari sorga, diselundupkan ke bumi oleh ayahku yang tegang di kamar pengantin.
Imam Besar The Panasdalam.
Pernah lapar, pernah ngantuk, tapi alhamdulillah semuanya bisa diatasi.
Tidak suka jus rumput.

Buat yang pingin ketawa-ketawa nggak jelas bolehlah dicoba baca buku ini. Ada sekuelnya juga, lho. Dilan Bagian Kedua: Dia Adalah Dilanku Tahun 1991 dan Milea: Suara Dari Dilan.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.