
Judul: Secret Garden: An Inky Treasure Hunt and Colouring Book
Penulis: Johanna Basford
Bahasa: Indonesia
Format: Soft cover (96 hal.)
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2015)
Genre: Non-fiksi, buku mewarnai, dewasa
Level of Interest
Review
Tahu nggak…?
Kepopuleran buku mewarnai untuk dewasa membuat permintaan pensil warna di seluruh dunia meningkat drastis. Faber Castell, salah satu perusahaan produsen pensil warna terbesar di dunia sampai kewalahan memenuhi permintaan pasar. Mereka harus membuat kebijakan shift tambahan demi memenuhi permintaan pasar.
Salah satu buku mewarna paling populer dan paling pertama yang masuk dafar best seller internasional, ya Secret Garden-nya Johanna Basford ini. Buku ini sudah lama mengendap di tumpukan bacaan saya. Halaman-halamannya baru saya warna beberapa saja. Tapi akhirnya saya ulas juga di postingan kali ini.
Saya membeli Secret Garden ini karena latah, pengen ikut hobi kekinian dengan coloring book for adults. Waktu itu memang sedang hype sekali, kan. Kepincut sekaligus karena saya jatuh cinta dengan tema secret garden sejak kecil. (Kalau berkenan, silakan baca tulisan saya tentang topik itu di sini). Belinya juga sudah dua tahun lalu. Kadang diwarnai bareng ponakan yang sekarang sudah nggak pernah ketemu lagi 😦
Sesuai bayangan, namanya coloring book for adults tentunya menampilkan gambar yang lebih rumit, meskipun saya rasa secret garden juga termasuk tema yang universal untuk segala umur. Ilustrasi bikinan Ms. Basford memang cantik sekali. Penuh dengan gambar taman, bebungaan, tanaman menjalar bersulur-sulur, burung-burung mungil, gazebo, dan tak ketinggalan pintu rahasia yang menjadi objek penting dalam fiksi Secret Garden. Kita juga diajak untuk menemukan objek-objek yang tersembunyi di setiap gambar. Misalnya saja ulat, anak kunci, burung hantu, dan pesan dalam botol.
Selain indah, gambar buatan Basford juga cukup njlimet untuk diwarnai. Padahal ini kan buku mewarna yang ditujukan untuk mengalihkan pikiran dari stres, ya. Tapi karena mewarnanya serius sekali, saya justru nggak merasa rileks. Akhirnya malah capek dan belum-belum sudah bosan duluan.
Berkutat dengan buku ini membuat saya menyadari kalau sekadar mewarnai pun butuh keahlian. Kalau kalian mampir ke Pinterest atau Instagram, kalian bakal menemukan berbagai kreasi warna yang bikin ngiri. Dan saya pinginnya seperti itu. Jadinya mewarnai bukan buat iseng, tapi malah methentheng. Akhirmya nggak dapat efek art therapy anti-stress seperti yang tercantum di sampulnya.
Tapi tetap saya pamerkan juga hasil pewarnaan saya. Meskipun tidak ada halaman yang 100 persen selesai dan ada yang acakadut juga.




Gambar yang terakhir saya warnai bareng Abid, ponakan saya. Waktu melihat buku si mbolon yang dikelir dengan warna-warna berani nan absurd, saya jadi tersadar kalau imajinasi anak-anak itu tak ada ujungnya. Tidak seperti kita yang maunya segala sesuatu harus realistis hingga akhirnya membatasi diri sendiri dan perlahan kehilangan kreativitas. Siapa bilang batang dan daun itu warnanya harus hijau, kuning, atau coklat? Siapa juga yang bilang air kolam tidak boleh berwarna ungu?
Buku ini sempat saya oper ke dua orang lain dan hasilnya sama seperti saya. Mereka juga nggak sanggup menjaga mood untuk mewarnai lebih dari satu halaman. Sekarang saya bahkan sudah kehilangan pensil warna yang waktu itu dibeli bersamaan dengan bukunya. Jadilah coloring book-nya nganggur.
Suatu saat mungkin harus saya warnai lagi, sedikit-sedikit sampai selesai. Dan yang jelas saya sudah kapok untuk membeli coloring book for adult lagi. Waktu kecil mungkin saya tergila-gila dengan buku mewarna. Tapi sekarang rasanya sudah tidak cocok lagi untuk saya. Sepertinya Photoshop jauh lebih menyenangkan, meskipun gambar editan saya juga masih segitu-gitu saja.
Sekian dulu ulasan kali ini. Nggak bisa ngelantur terlalu panjang karena yang dibahas juga bukan fiksi atau telaah sejarah. Sampai ketemu di review-review selanjutnya.