
Judul: Storming The Castle (Eloisa James’ Fairy Tales #1.5)
Penulis: Eloisa James
Bahasa: Inggris
Format: ebook, 137 hal.
Penerbit: HarperCollins Publishers (2010)
Genre: Fiksi, historical romance (roman sejarah), dewasa
Sinopsis
Taken from Goodreads:
An exclusive eBook original novella with bonus excerpts from “A Kiss At Midnight” and the forthcoming “When Beauty Tamed the Beast” from “New York Times” bestselling author Eloisa James. Featuring the handsome and mysterious Wick from “A Kiss At Midnight.”
What Miss Phillipa Damson needs is a good, old fashioned knight in shining armor. What she has is a fiancé she never wanted and a compelling urge to run away. But if she manages to escape, will she find her happily ever after?
3 Points for:
Story
Setting
Characterization
Writing style
Moral/interesting trivia
Level of Interest
Review
Jadi ini yang namanya novella. Cerita pendek yang panjang atau novel yang pendek. Deskripsi yang nanggung sekali, ya. Tapi memang seperti itulah Storming The Castle ini. Kelewat panjang untuk disebut cerpen tapi masih kurang panjang untuk disebut novel. Walaupun begitu bukan berarti cerita seperti ini tidak bisa memesona dengan caranya sendiri.
Di Fairy Tales #1.5 ini kita bakal mengikuti kisah Phillipa, seorang lady yang bisa dikatakan impulsif. Tanpa pikir panjang dia menyerahkan kesucian kepada tunangannya, Rodney di lumbung. Itulah adegan pertama yang bakal kita baca di sini. Dan setelahnya Phillipa langsung muak, menyesal, merasa bodoh, dll, karena dia baru benar-benar sadar kalau calon suaminya itu ‘menjijikkan’.
Saya membaca buku ini waktu masih baru-baru lulus kuliah dan mikir, “Nggak cinta kok bisa mau begituan. Mbak ini bego atau gimana?”. Sekarang sebagai perempuan umur 30 tahun saya cuma bisa maklum dan membatin, “Orang dewasa bisa melakukan hal-hal yang jauh lebih bodoh lagi. Pertambahan umur nggak selalu sejalan dengan pertambahan kebijaksanaan, kok.”
Balik lagi ke cerita, karena tidak ingin meneruskan pertunangan hingga ke altar, Phillipa memutuskan kabur. Tak dinyana Kate dan Gabriel dari A Kiss At Midnight sedang kewalahan mengurus bayi mereka dan membutuhkan pelayan baru. Kesempatan ini langsung disambar oleh Phillipa. Tanpa melalui banyak kesulitan, dia sudah menemukan tempat persembunyian yang aman. Untuk sementara.
Dan tentu saja, romansa dengan sang hero harus dimulai dengan pertengkaran dulu. Begitu juga dengan kedua tokoh utama kita yang langsung tak akur sejak hari pertama.
Bagi yang sudah berkenalan dengan Wick di buku pertama, kalian pasti senang karena dialah yang jadi tokoh utama kali ini. Wick, si butler adalah karakter yang sangat menarik. Menurut saya bahkan jauh lebih seru dan memesona daripada Gabriel, saudaranya yang pangeran itu. Dari buku pertama pun saya sudah mendapat kesan demikian.
Dr. Jonas Berwick ini ganteng, pintar, kata-katanya cerdas, seksi, dan arogan dengan level sedang-sedang saja. Satu-satunya hal yang tidak saya suka dari tokoh ini adalah sikapnya yang menyiratkan, “Oh, I’m not worthy of you, Phillipa.”
Phillipa sendiri juga tidak kekurangan sinisme untuk menjadi seorang heroine yang menarik. Sifatnya yang penuh sarkasme itu bisa kita lihat sejak paragraf pertama cerita. Perempuan cantik yang sinis tapi tidak disertai sifat kejam itu rasanya memang paling menarik kalau dijadikan heroine cerita-cerita roman.
Tidak seperti buku pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima, Storming The Castle ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan dongeng. Tapi di intro bab pertama Eloisa James masih menyinggung tentang ciri khas cerita dongeng dengan sinis. Dan itulah yang membuat saya jatuh cinta pada cerita ini sejak kalimat pertama.
Kalau boleh saya gambarkan, ini adalah cerita yang dimulai dengan adegan putri mencium seorang pangeran yang langsung berubah menjadi kodok. Diakhiri dengan ciuman terhadap seekor katak yang lantas berubah menjadi pangeran sungguhan. Sesederhana itu.
Menurut selera saya, cerita ini lebih memikat daripada A Kiss At Midnight. Tidak terlalu pendek sampai kehilangan detail yang membuat cerita melompat-lompat. Nyaris sempurna bahkan. Mengenai judulnya, saya pikir storming the castle adalah ungkapan harfiah untuk menggambarkan cara Phillipa menjadi pelayan baru di puri Gabriel. Ujug-ujug masuk dan mengendalikan suasana tanpa diminta. Tapi rupanya ini adalah frase populer yang di Indonesia bisa disamakan dengan istilah ‘serangan fajar’. Mengacu pada tindakan agresif atau persuasif yang tidak diantisipasi. Bisa juga dikonotasikan sebagai pendekatan seksual. Makna yang terakhir juga cocok dengan cerita, karena, yah, mana ada historical romance model begini yang tidak disertai dua atau tiga adegan seksual. Hanya saja memang tidak muncul di setiap bab, jadi tidak bisa dikategorikan sebagai erotica juga.
Tak ada lagi yang bisa saya ceritakan. Intinya, Storming The Castle adalah cerita peralihan yang pas sebelum kita berkenalan dengan Linnet dan Piers di buku kedua nanti. Buku kedua yang ulasannya malah saya unggah lebih dulu daripada buku ini.