[Review Buku] Mengenal sekilas tradisi unik geisha melalui The Caterer at The Maiko Manor

Maiko -san Chi no Makanai-San. Photo credit: Sogakukan/Shounen Sunday//a/nonymous

Judul: Maiko-san Chi no Makanai-san (The Caterer at The Maiko Manor)
Penulis: Koyama Aiko
Bahasa: Inggris
Format: skanlasi
Penerbit: Shogakukan (2016)
Skanlator: /a/nonymous
Genre: manga, kuliner, komedi, shounenslice of life
Setting: Kagai-Kyoto, Aomori (Jepang)

Sinopsis

Taken from Baka-Updates Manga:

Within the winding streets of Kyoto’s geisha district, there lives a 16-year-old girl named Kiyo.

After failing to become a Maiko, an apprentice traditional Japanese performer, Kiyo works as the caterer for her troupe.

This is the story of her daily life.

3 Points for:

check sign

Story

check signSetting

check signCharacterization

Writing style

Moral/interesting trivia

Level of Interest

Review

Manga kuliner ini termasuk fresh buat saya, karena setting-nya adalah distrik geisha, langsung dari dapur sebuah okiya (rumah geisha) yang dikelola oleh seorang remaja 16 tahun. Seperti manga lain bertema serupa, Maiko-san juga menawarkan cerita yang simpel dan sangat pendek. Benar sekali, ini adalah manga bertipe slice of life. Saya sendiri kurang paham kenapa manga ini dikategorikan shounen, karena hampir tidak ada tokoh pria atau pun unsur roman di dalamnya. Mungkin karena geisha adalah objek fantasi banyak pria di seluruh dunia, entahlah.

Kiyo-san, sang koki okiya adalah gadis kampung asal Aomori yang tadinya berniat belajar menjadi geisha bersama sahabatnya, Suu-chan. Tapi karena sulit mengikuti pelajaran, Kiyo dianggap tidak berbakat dan hendak dipulangkan ke kampung. Ternyata takdirnya memang harus berputar di okiya itu, meskipun bukan sebagai geisha. Karena koki dapur yang sudah tua sedang sakit, Kiyo berinisiatif menggantikannya. Ndilalah masakannya yang rumahan sekali cocok di lidah semua penghuni okiya.

Tidak seperti Kiyo yang gagal menjadi geisha, Suu-chan justru menjadi maiko (geisha junior) paling menjanjikan di seantero distrik. Kedengarannya seperti formula untuk konflik ala drama, kan? Dua orang gadis muda mengejar mimpi yang sama. Salah satunya sukses, sementara yang lain gagal. Bayangkan seperti apa rasa iri dan persaingan yang mulai tumbuh di antara mereka berdua. Salah besar. Saya jamin tidak ada plot semacam itu di manga ini. Kiyo terlalu memuja Suu-chan dan justru senang sahabatnya itu sukses, terutama karena dia sendiri sebenarnya tidak terlalu niat untuk menjadi geisha. Dia selalu berusaha memastikan Suu-chan tetap semangat dalam menjalankan tugasnya sebagai geisha magang lewat makanan yang dia buat. Sementara Suu-chan sendiri terlalu sayang kepada Kiyo sehingga dia tidak sempat menumbuhkan sikap congkak. Lagipula di dalam manga ini memang tidak ada karakter yang negatif seperti itu.

Jangan mengharapkan konflik penuh drama ala Memoirs of a Geisha di sini. Tak ada intrik berbumbu dengki seperti yang terjadi pada Sayuri, Hatsumomo, dan Mameha. Yang bisa kita temukan di dalamnya adalah sebuah keluarga besar yang sangat akur. Gadis-gadis yang tinggal di sini hampir tak ada bedanya dengan remaja normal yang tinggal di asrama. Meskipun penampilan sehari-hari mereka jelas tidak biasa dengan sanggul ala geisha plus piyama, jumper, atau celana training.

Penampilan para maiko di okiya Kiyo saat sedang tidak bertugas. Photo credit: Sogakukan/Shounen Sunday//a/nonymous
Penampilan para maiko di okiya Kiyo saat sedang tidak bertugas. Photo credit: Sogakukan/Shounen Sunday//a/nonymous

Seperti ikhwalnya sekelompok ABG yang tinggal bersama, geisha-geisha cilik ini juga kerap bersikap konyol, ribut karena hal-hal receh, tapi saling memperhatikan dengan tulus. Saya paling suka maiko yang pakai kacamata karena kelucuannya. Saya tidak tahu siapa namanya, karena semua maiko di okiya adalah nee-san (kakak perempuan) bagi Kiyo dan Suu-chan. Pemilik okiya juga sangat baik, bahkan kepada Kiyo yang bisa dikatakan punya posisi terendah di rumah.

Glasses nee-san. Photo credit: Sogakukan/Shounen Sunday//a/nonymous
Glasses nee-san. Photo credit: Sogakukan/Shounen Sunday//a/nonymous

Dan tentu saja, unsur cerita paling kuat adalah sis-mance antara Kiyo dan Suu-chan yang sangat manis. Saya menyukai bentuk kedekatan mereka yang lebih mirip hubungan kakak-adik. Pastinya Suu-chan yang sangat bertanggungjawab mengambil peran sebagai kakak untuk Kiyo yang kelewat lugu dan cuek.

Onee-san resminya Suu-chan, Momoko juga karakter yang menarik dengan sifat nyentriknya. Nggak tahu apa itu onee-san resmi seorang maiko? Nanti akan saya jelaskan di sub-heading berikut.

Dari sisi artistik, menurut saya gambarnya lebih cocok untuk komik shoujou, karena terlihat imut. Rasanya saya jadi kepingin memeluk maiko-maiko cilik ini.

Mengenal tradisi aneh sekaligus memikat para geisha

Para geisha di Distrik Gion. Photo credit: iStock
Para geisha di Distrik Gion. Photo credit: iStock

Bagi yang sudah pernah akrab dengan tradisi serba ketat, aneh, namun memikatnya para geisha, mungkin sudah tidak perlu lagi membaca penjelasan saya ini. Apalagi kalau kalian sudah pernah membaca atau menonton Memoirs of a Geisha juga. Tapi sebaiknya jangan terlalu percaya dengan cerita mizuage di dalamnya, karena sebagian sudah dilebih-lebihkan agar lebih dramatis.

Geisha sedang memperagakan tari tradisional. Photo credit: Sogakukan/Shounen Sunday//a/nonymous
Geisha sedang memperagakan tari tradisional. Photo credit: Sogakukan/Shounen Sunday//a/nonymous
Suu-chan memakai riasan ala geisha untuk pertama kalinya. Photo credit: Sogakukan/Shounen Sunday//a/nonymous
Suu-chan memakai riasan ala geisha untuk pertama kalinya. Photo credit: Sogakukan/Shounen Sunday//a/nonymous
Maiko tidur dengan bantal takamakura agar tidak merusak sanggul. Photo credit: Sogakukan/Shounen Sunday//a/nonymous
Maiko tidur dengan bantal takamakura agar tidak merusak sanggul. Photo credit: Sogakukan/Shounen Sunday//a/nonymous

Di manga ini, kita akan sekali lagi berkenalan dengan tradisi geisha yang masih diterapkan di era modern. Beberapa di antaranya yang bisa kita temui di dalam cerita antara lain:

Kepercayaan terhadap takhyul yang kebangetan. Mereka yang hidup di hanamachi, dari pemilik okiya, pelayan, koki, sampai penata pakaian yang biasanya pira sangat percaya takhyul. Ada banyak sekali hal yang harus dilakukan atau dihindari supaya tidak mendatangkan kesialan. Sebelum berangkat ‘bekerja’, batu pemantik api harus dinyalakan di balik punggung, tidak boleh menyantap udon dengan kuah keruh, serta sederet kebiasaan yang mugkin kita anggap lebay. Tetapi memang di situlah keunikan tradisi geisha.

Penampilan dan tingkah laku harus dijaga setiap waktu. Ketika berdandan dengan riasan dan kimono lengkap, seorang geisha harus selalu menjaga kepantasan penampilan dan tingkah lakunya. Tidak boleh berlari, tertawa keras-keras, memasuki mini market, atau apapun yang bisa dianggap kurang anggun.

Setiap maiko akan dididik oleh onee-san. Pada satu titik dalam pelatihannya untuk menjadi geisha profesional, maiko akan mendapatkan bimbingan dari seorang ‘kakak’ yang sudah berstatus sebagai geiko. Biasanya sebelum itu dijalankan ritual upacara yang akan mengikat mereka sebagai kakak-adik untuk selamanya. Onee-san akan mengajarkan ‘adiknya’ cara berinteraksi dengan klien, membangun reputasi, dan mengembangkan karir. Saran-saran yang diberikan lebih bersifat soft skill, karena keterampilan geisha sudah mereka pelajari di sekolah khusus. Sang kakak juga akan menggunakan koneksi yang dimilikinya untuk meningkatkan popularitas si adik.

Dari dapur Kiyo-san…

Nabe. Photo credit: The True Japan
Nabe. Photo credit: The True Japan

Jenis makanan yang dimasak Kiyo dalam setiap episode adalah comfort food yang biasa disantap orang Jepang. Entah itu masakan tradisional seperti nabe, mochi, karaage, gyoza, dan oyakodon atau makanan yang diadopsi dari barat seperti cookies, cake, puding roti, cream stew, atau omurice. Semuanya disajikan hangat ala rumahan. Sayangnya tidak ada resep yang disertakan di dalamnya.

Onigiri ala Aomori buatan Kiyo-chan. Photo credit: Sogakukan/Shounen Sunday//a/nonymous
Onigiri panggang ala Aomori buatan Kiyo-chan. Photo credit: Sogakukan/Shounen Sunday//a/nonymous

Makanan-makanan ini secara tidak langsung juga berkaitan dengan tradisi yang berlaku di hanamachi. Contohnya:

Makanan yang disiapkan untuk geisha harus seukuran satu suapan. Koki okiya akan menyiapkan masakan yang mudah disantap oleh para maiko dengan riasan mereka yang tebal itu. Semua yang berukuran besar dan tidak bisa disendok harus dipotong seukuran satu suapan. Dengan begitu lipstik yang mereka pakai tidak akan belepotan. Bahkan sandwich dan gyoza pun harus diiris kecil-kecil. Kamu akan menemukan beberapa cerita yang menarik tentang makanan-makanan mungil ini di beberapa episode.

Geisha dilarang menyantap makanan dengan aroma tajam seperti bawang putih dan bawang merah. Bisa dimaklumi, karena napas yang tidak sedap akan menjadi masalah saat mereka berinteraksi dengan klien. Tetapi makanan-makanan ini bisa mereka lahap sepuasnya saat sedang libur. Dan sialnya libur maiko itu cuma dua hari setiap bulannya. Untuk reward bagi Suu-chan yang sedang libur, Kiyo membuatkan gyoza ukuran normal dengan isian kubis, bawang putih, dan kucai yang banyak. Tentu saja ini membuat maiko lain ngiler.

Kare adalah makanan terlarang. Kok bisa terlarang? Soalnya kare dianggap sebagai juaranya comfort food yang bisa bikin siapa saja rindu rumah. Tentunya para geisha tidak ingin klien yang semuanya lelaki jadi teringat keluarga di rumah saat berkunjung ke hanamachi.

Nasi kare buatan Kiyo-chan. Photo credit: Sogakukan/Shounen Sunday//a/nonymous
Nasi kare buatan Kiyo-chan. Photo credit: Sogakukan/Shounen Sunday//a/nonymous

Udon dengan kaldu berwarna keruh juga tabu dihidangkan. Katanya udon yang kuahnya tidak bening bisa mendatangkan kesialan kalau dimakan oleh penghuni hanamachi. Karena itulah ibu okiya yang sedang sakit menolak udon gaya Aomori bikinan Kiyo yang berkuah kecoklatan.

Sebenarnya masih banyak trivia menarik yang bisa kita temukan di manga ini. Terlepas dari ceritanya yang sederhana dan minus konflik, saya rasa manga ini tetap menarik berkat serba-serbi budaya geisha yang disuguhkan komikus. Saya rasa kamu juga bakal menikmati membaca ceritanya. Saya harap suatu saat nanti bakal diterbitkan di Indonesia seperti Koizumi-san Ramen Daisuki.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.