[Just My Two Cents] Akhirnya Era Persewaan Buku Pun Berlalu

Perpustakaan Pusaka. Photo: Tantri Setyorini

Jadi pembaca zaman sekarang itu enak. Kepingin buku yang susah dicari di tanah air, tinggal cek Book Depository atau Amazon.

Terlalu bokek buat beli paperback atau hardcover, tinggal beli ebook yang lebih murah. Masih bokek juga? Bisa buka ponsel buat baca-baca Wattpad, Storial, atau webtoon. Pengen jadi pembaca pertama yang review buku-buku baru? Tinggal apply jadi professional reader di Netgalley.

Pembaca di era digital ini memang diberkahi segala kemudahan untuk menikmati literatur. Tetapi kemudahan ini pun menjadi pisau bermata dua yang menyayat kelangsungan hidup para penyedia literatur. Toko buku offline, lapak buku bekas, dan tak terkecuali persewaan komik/novel.

Dahulu, persewaan buku menjamur di Malang. Saya saja punya sederet persewaan yang jadi langganan sejak SD sampai kuliah. Antara lain ASRI, Gajayana, Cinderella, Hangrip, dan Pinokio. Kami-kami yang terlalu bokek untuk mengoleksi komik lebih memilih untuk menyewa. Komik volume terbaru dipajang di display. Siapa cepat dia dapat. Menjelang liburan sekolah atau semester, mampir ke persewaan dulu. Persiapkan setumpuk buku buat bacaan libur. Pokoknya persewaan buku berjaya.

Sekarang? Satu per satu persewaan mulai gulung tikar. Beberapa tahun lalu, saya pikir hanya persewaan kecil-kecilan yang bakal tutup. Sekarang persewaan yang sudah ‘senior’ dan sanggup bertahan puluhan tahun pun ikutan tutup layar.

Dalam dua tahun ini saja saya sudah mampir ke tiga persewaan yang sedang menjuali koleksi mereka. Terakhir adalah Perpustakaan Pusaka yang kabar penjualan koleksinya saya ketahui dari Twitter minggu lalu.

Miris memang, membaca kisah di balik penutupan perpus-perpus ini. Ada yang buku-bukunya harus dijual untuk membantu pengobatan isteri. Ada yang ditutup karena penjaganya sudah sepuh. Kasihan kalau harus naik angkot jauh-jauh tiap hari untuk menjaga persewaan yang sudah sepi peminat. Tapi mau bagaimana lagi?

Kita tidak bisa menghentikan laju perubahan zaman. Seperti toko buku offline yang napasnya sudah mulai kembang kempis, kita harus mengikhlaskan persewaan buku yang harus mendahului mati. Suatu saat, mungkin buku-buku paperback dan hardcover yang saya koleksi pun bakal jadi barang langka berlabel vintage. Keberadaannya tergusur oleh EPUB, MOBI, IBA, AZW, atau entah format ebook apa lagi yang bakal muncul nanti.

Tumpukan buku di festival literasi Patjar Merah. Photo: Tantri Setyorini
Tumpukan buku di festival literasi Patjar Merah. Photo: Tantri Setyorini

Tutupnya persewaan memang cukup menyedihkan. Satu era di dunia literasi telah berlalu. Bantu saja dengan doa dan membeli sebagian koleksinya jika memang bersimpati. Tetapi tidak perlu sedih berlebihan. Sekali lagi, ini adalah hal yang tak terelakkan. Mereka yang berkecimpung di bisnis persewaan buku pun sedang belajar untuk mengikhlaskan.

Persewaan memang perlahan mati, tetapi dia juga bisa berubah wujud. Hadir dengan konsep baru yang lebih millenial friendly seperti comic cafe misalnya.

HD'R Comic Cafe. Photo: Tantri Setyorini
HD’R Comic Cafe. Photo: Tantri Setyorini

Sekarang semakin banyak tempat ngopi yang dilengkapi perpustakaan mini, kan? Perhatikan saja, sebagian koleksinya berasal dari persewaan yang sudah tutup, kok. Siapa tahu konsep dine and read bakal semakin populer dalam beberapa tahun.

Jujur saya sendiri kepingin bikin tempat nongkrong semacam itu. Yah, semoga bisa terwujud. Pastinya saya juga seneng banget kalau bisa memperkenalkan hobi membaca kepada banyak orang dengan cara itu.

2 thoughts on “[Just My Two Cents] Akhirnya Era Persewaan Buku Pun Berlalu

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.