[Review Buku] The Cleopatras: The Forgotten Queens of Egypt

Judul: The Cleopatras: The Forgotten Queens of Egypt
Penulis: Lloyd Llewellyn-Jones
Bahasa: Inggris
Format: ebook (EPUB), 331 hal.
Penerbit: Hachette Book Group, Inc. (2024)
Bisa dibaca/didapatkan di: Google Books, Amazon, aplikasi Netgalley (ARC by request)
Genre: nonfiksi, sejarah

Cerita

diterjemahkan dari laman Amazon.com:

Cerita tentang tujuh Cleopatra, para ratu paling berpengaruh dari era Mesir kuno.

Salah satu tokoh paling ikonis dalam sejarah, Cleopatra (Indonesia: Kleopatra) diingat sebagai penguasa yang cerdas dan karismatik. Namun, tak banyak yang tahu kalau dia adalah perempuan terakhir dalam daftar panjang ratu Mesir yang menggunakan nama tersebut.

Melalui The Cleopatras, sejarawan, Lloyd Llewellyn-Jones menceritakan kisah tujuh wanita kuat ini, menghidupkan kembali dunia Mesir Hellenistik yang hilang, dan menelusuri abad-abad terakhir kerajaan Mesir di bawah Dinasti Ptolemaic (Indonesia: Ptolemaios) sebelum jatuh ke tangan Romawi.

Cleopatra adalah keturunan Ptolemy I, jenderal Yunani yang menaklukkan Mesir bersama Alexander The Great (Indonesia: Alexander Agung).

Masing-masing Cleopatra terbukti sebagai pemimpin yang cerdas dan memiliki kapabilitas. Setiap ratu memegang kekuasaan absolut. Mereka bisa menggulingkan suami atau anak laki-laki mereka dengan mudah.

Menyebut diri mereka sebagai ratu dewi, Cleopatra memerintah melalui penyebaran ritual arkan yang cerdik, pertunjukan mewah, dan kekayaan yang tak tertandingi. Mereka mendalangi kerusuhan politik dan intrik istana, memimpin pasukan ke medan pertempuran, memerintah armada kapal, dan melenyapkan saingan dinasti mereka tanpa ampun.

The Cleopatras adalah biografi yang berusaha mengembalikan ratu-ratu ini ke tempat mereka yang pantas di antara para penguasa terhebat dalam sejarah.

Level of Interest

❤️❤️❤️❤️

Review

Buku ini saya baca dalam format ARC (Advanced Reader Copy). Softcopy buku didapat dari situs Netgalley setelah ikut ngantre request. Bukunya sendiri baru resmi terbit bulan Mei 2024 nanti. Nah, review ini saya tulis untuk menunaikan kewajiban sebagai advanced reader.


Saya suka banget sejarah, terutama sejarah peradaban-peradaban kuno seperti Mesir. Buku ini sendiri berpotensi menjadi bacaan yang sangat menarik, karena topiknya keren.

Selama ini, hanya Cleopatra VII Philopater yang kehidupannya terus-menerus dibahas. Padahal, sosok enam Cleopatra lainnya nggak kalah menarik.

Buku ini benar-benar sarat informasi. Hampir semua hal yang ingin pembaca ketahui dari Mesir kuno di era Ptolemaic bisa ditemukan di buku ini. Apalagi, Lloyd Llewellyn-Jones yang menulis buku ini memang seorang sejarawan.

Sayangnya, semua informasi yang padat banget itu terkesan scattered. Habis ngomongin riwayat Cleopatra I, penulis bisa tiba-tiba ngomongin nama Cleopatra yang juga populer di mitologi Yunani.

Rasanya sayang banget, informasi yang padat dan sebenarnya penting ini jadi mudah terlewatkan karena ditumpuk sekaligus. Satu bab saja bisa bercerita tentang beberapa Cleopatra sekaligus.

Cara bertutur seperti ini akan sulit dicerna pembaca zaman sekarang yang tidak terbiasa dengan teks panjang. Sayang banget kalau fakta-fakta sejarah yang sudah dirangkum penulis dengan susah payah jadi lewat sambil lalu di ingatan pembaca. Saya sendiri sampai bikin catatan di notepad tiap ada informasi menarik yang kepingin diingat.

Harusnya, informasi dipecah aja menjadi beberapa bab dan sub-bab. Bab tentang Cleopatra Syra, misalnya, bisa dibagi menjadi “Latar Belakang Cleopatra Syra”, “Kondisi Kerajaan Seleucid dan Mesir pada masa Cleopatra Syra”, “Pernikahan Cleopatra Syra”, dan “Kiprah Cleopatra Syra sebagai ratu Mesir”. Kalau begini, pasti pembaca lebih mudah mengingat poin-poin yang disampaikan si penulis.

Asal-Usul Nama Cleopatra

lukisan berjudul Cleopatra on the Terraces of Philae ©1896 Frederick Arthur Bridgman

Sebelumnya sudah disebutkan, raja dan ratu dari Dinasti Ptolemaic itu bukan orang Mesir asli, tapi orang Yunani. Lho, kok bisa? Soalnya pendiri Dinasti Ptolemaic adalah jendralnya Alexander the Great. Mereka itu aslinya orang-orang Macedonia yang kemudian menguasai Mesir.

Mereka bahkan nggak menuturkan bahasa setempat untuk keperluan sehari-hari. Setahu saya, Cleopatra VII Philopater alias Cleopatra yang kita kenal sebagai mistress-nya Julius Caesar dan Marc Antony itu adalah ratu Ptolemaic pertama yang belajar bahasa Mesir kuno.

Penamaan raja dan ratu Ptolemaic ini nggak kreatif banget. Semua rajanya bernama Ptolemy (Indonesia: Ptolemaios). Ratunya kalau nggak Cleopatra, Arsinoe, ya Berenice (Indonesia: Berenike).

Cleopatra berasal dari kata Yunani “kleos” (jaya) dan “pater” (ayah) yang bisa diarkan sebagai “kejayaan sang ayah”.

Posisi Unik Para Cleopatra di Tahta Kerajaan Mesir

Jessica Green memerankan Cleopatra VII di series Roman Empire (2016) © Netflix

Para Cleopatra nggak seperti ratu di kerajaan-kerajaan lain. Mereka bukan sekadar consort (pendamping raja/ratu yang berkuasa), tapi berstatus co-ruler.

Hampir semua Cleopatra terdidik menjadi ratu yang kuat, cerdik, ambisius, dan tahan banting. Soalnya, mereka memang sudah terpapar intrik politik di istana sejak kecil.

Mereka bisa banget mengatur wilayah, memimpin pasukan, atau malah mengkudeta suami sendiri.

Para Cleopatra ini juga cukup kejam. Ada yang membunuh saudara sendiri, keponakan sendiri, bahkan anak kandung sendiri.

Perkawinan Sedarah Raja dan Ratu Ptolemaios

Silsilah keluarga kerajaan Mesir pada masa Dinasti Ptolemaios itu nggak gede-gede amat. Soalnya, mereka inses turun-temurun. Jadi, silsilahnya ribet karena muter di situ-situ saja.

Raja dan ratunya sudah pasti saudara kandung. Cuma Cleopatra Syra yang nggak punya hubungan darah dengan suaminya, karena waktu itu Ptolemy V kehabisan saudara perempuan buat dinikahi. Ada juga Cleopatra yang menikahi paman kandung, bapak kandung, saudara seayah, atau anak tiri merangkap keponakan kandung.

Sebenarnya, rakyat Mesir kuno pada waktu itu nggak umum mempraktikkan pernikahan sedarah (endogami). Orang-orang Yunani yang merupakan leluhurnya raja-ratu Ptolemaios juga menentang inses di antara anggota keluarga inti. Kalau paman menikahi keponakan masih boleh.

Lha, royal family Ptolemaios, kok, boleh inses? Memang istananya yang ngide sendiri, karena mereka merasa perlu mengamankan garis darah dan kekuasaan keluarga dari pihak-pihak eksternal.

Raja dan ratu dari dinasti-dinasti penguasa Mesir sebelumnya juga mempraktikkan pernikahan sedarah. Sebagai justifikasi, mereka menganggap pernikahan saudara kandung di dalam keluarga kerajaan seperti pernikahan Dewa Osiris dan Dewi Isis di mitologi Mesir.

Cleopatra Syra (Cleopatra I)

potret Cleopatra I Syra seperti tergambar di relief © THE NEW YORK PUBLIC LIBRARY DIGITAL COLLECTIONS

Cleopatra pertama di Dinasti Ptolemaios ini sebenarnya juga bukan ningrat pertama bernama Cleopatra. Nama ini sudah umum digunakan di keluarga kerajaan musuhnya Ptolemaios, yaitu Seleucid (Indonesia: Seleukia). Mereka berkuasa di Suriah sana.

Cleopatra I aslinya adalah putri Seleucid, anak Raja Antiochus III (Indonesia: Antiokhos/Antiokhus) yang dinikahkan dengan Ptolemy V.

Meskipun tidak memiliki darah Ptolemaios, Cleopatra Syra menjadi teladan bagi Cleopatra yang lain. Dia adalah perempuan pertama di Dinasti Ptolemaios yang diangkat sebagai basilissa (regent). Dia menggantikan putranya yang baru berusia enam tahun sebagai raja sampai sang anak cukup umur.

Fakta tertulis menunjukkan kalau sang ratu menaruh perhatian besar pada administrasi negara sampai penegakan hukum. Secara garis besar, dia termasuk ratu yang dicintai rakyat dan sukses mengamankan tahta untuk anak-anaknya. Dia juga terbukti lebih loyal kepada Mesir daripada negara asalnya, Seleucid.

Cleopatra II

patung kepala kuno, ditengarai Cleopatra II © Walters Art Museum Baltimore

Dia ini anaknya Cleopatra Syra. Suami pertamanya adalah Ptolemy VI. Sementara suami kedua adalah Ptolemy VIII. Ptolemy VIII ini lebih dikenal dengan nama Physcon (Yunani) atau Potbelly (Inggris) karena bertubuh tambun.

Fun trivia: Kebanyakan raja dan ratu Ptolemaic disebut bertubuh subur oleh para sejarawan Yunani dan Romawi. Cleopatra-nya Julius Caesar juga begitu. Nah, si Potbelly ini rupanya jauh lebih obese lagi sampai dikasih julukan seperti itu. Uniknya, justru body tambunnya ini dianggap membanggakan. Soalnya, nggak banyak orang di zaman itu yang cukup gizi, apalagi bisa sampai ndut. Prestasi besar itu.

Awalnya, Ptolemy VI, Cleopatra II, dan Potbelly diplot buat memerintah bersama-sama. Tapi, akhirnya mereka justru berebut kekuasaan.

Cleopatra II dan Ptolemy memenangkan babak pertama perebutan tahta ini. Mereka pun menikah dan memerintah bersama. Sementara itu, Potbelly diasingkan.

Lantas, Potbelly berhasil membalikkan keadaan. Cleopatra II pun terpaksa menjadi ratu Potbelly untuk mempertahankan posisinya.

Saat posisinya sebagai ratu direbut oleh sang anak (Cleopatra III), Cleopatra II masih berusaha menancapkan kekuasaannya. Ketika anak lelakinya (Ptolemy Memphites) dieksekusi oleh ayahnya sendiri, Cleopatra II masih melihatnya sebagai kesempatan untuk meraih simpati publik.

Mayat Memphites yang terpotong-potong dipajangnya di depan istana agar publik bisa melihat kekejaman yang dilakukan suami keduanya.

Pada akhirnya, Cleopatra II memang gagal merebut kekuasaan kembali. Walaupun begitu, dia sukses membuat Mesir kacau balau di saat-saat terakhir.

Cleopatra Thea dari Seleukia

koin emas bergambar Cleopatra Thea dari Seleukia © Classical Numismatic Group, Inc.

Anak perempuan Cleopatra II dan Ptolemy VI. Dia nggak jadi ratu Mesir karena dinikahkan dengan pangeran Seleucid.

Meskipun menjadi ratu di luar Mesir, bukan berarti hidupnya tanpa intrik. Dia terlibat dalam perebutan kekuasaan dengan suami dan anak lelakinya.

Pada akhirnya, Cleopatra Thea membunuh sang anak kandung, Seleucus V yang lebih pro ayahnya.

Cleopatra III

relief Cleopatra III di kuil Kom Ombo © Wikimedia Commons/AnnekeBart

Anak perempuan Cleopatra II dan Ptolemy VI yang paling kecil ini nggak kebagian saudara lelaki buat dinikahi. Karena itulah, dia milih jadi istri kedua pamannya, si Potbelly.

Konon, Cleopatra III ini sama ambisius dan beraninya dengan Cleopatra terakhir. Dia sendiri yang merayu pamannya sementara sang ibu masih hidup.

Meskipun dia adalah anak kandung Cleopatra II, Cleopatra III melihat sang ibu sebagai rival. Mereka punya hubungan yang buruk.

Setelah Cleopatra II wafat, Cleopatra III melucuti sebagian besar gelarnya. Jasa-jasanya sebagai ratu juga tak lagi disebutkan. Tujuan Cleopatra III, ya, tentu untuk menempatkan diri sendiri dan anak keturunannya sebagai satu-satunya penerus Potbelly.

Setelah Cleopatra II dan Potbelly wafat, Cleopatra III menjadi co-ruler bersama anak lelakinya, Ptolemy IX.

Kemudian, dia mengasingkan anak sulungnya itu ke Siprus dan lebih memilih si bungsu, Ptolemy X (yang dikiranya bakal lebih mudah dikendalikan) sebagai penerus. Ujung-ujungnya, justru nyawa Cleopatra III melayang di tangan Ptolemy X.

Cleopatra IV

Anak Cleopatra III dan Potbelly. Suaminya adalah Ptolemy IX (Yunani: Lathuros, Inggris: Chickpea). Setelah itu, dia bercerai dengan Ptolemy dan diperistri pangeran Seleucid.

Uniknya, dia disebutkan sebagai salah satu Cleopatra yang pernikahannya penuh cinta. Bukan sekadar pernikahan politik, Cleopatra IV dan kedua suaminya memang beneran saling mencintai.

Saat Cleopatra III masih memegang kendali, Cleopatra IV dan suaminya dibuang ke Siprus. Bukannya terpuruk, mereka justru berhasil menghimpun kekuatan di sana.

Setelah Chickpea menduduki tahta, Cleopatra III memaksanya bercerai dengan Cleopatra IV. Soalnya, si mantu ini dianggap berbahaya buat kekuasaan Cleopatra III.

Cleopatra IV lantas mengumpulkan pasukan dalam jumlah besar dan pergi ke Siprus untuk meminang Antiochus IX dari Seleucid.

Cleopatra Tryphaina dari Seleukia

Anak kedua Cleopatra III dan Potbelly. Dia ini menikah dengan raja Seleucid, Antiochus VIII Grypus.

Tryphaina merasa saudara kandungnya, Cleopatra IV yang cerdik bisa membahayakan posisi sang suami. Pasukan yang dijadikan modal Cleopatra IV buat meminang Antiochus IX itu aslinya punya Grypus.

Demi mengamankan posisi suaminya, Tryphaina pun mengatur pembunuhan Cleopatra IV.

Cleopatra Selene dari Seleukia

Anak perempuan Cleopatra III dan Potbelly yang paling kecil. Suaminya adalah Chickpea, alias mantannya sang kakak, Cleopatra IV.

Cleopatra Selene dipilih Cleopatra III sebagai istri Chickpea, karena sang ibu takut kalau kakaknya itu bakal melakukan hal yang sama seperti yang dilakukannya kepada Cleopatra II. Setelah itu, dia dinikahi saudara kandungnya yang lain, Ptolemy X.

Nantinya, Selene ini juga cerai lagi. Kali ini, Cleopatra III mengirimnya ke Seleucid sebagai mempelai Antiochus VIII.

Setelah suami ketiganya terbunuh, Selene ganti menikahi saudara iparnya, Antiochus IX. Setelah suami keempat terbunuh juga, ia lantas menikahi Antiochus X yang adalah anak tirinya.

Selene punya banyak anak dari tiga suaminya yang terakhir. Mereka saling berebut kekuasaan, tapi sang ibu tetap memegang kendali terbesar.

Perebutan kekuasaan ini melahirkan perang sipil yang tiada henti hingga raja Armenia dan penguasa Nabatea merebut daerah kekuasaan Seleucid dari Cleopatra Selene. Sang ratu lantas ditawan dan dieksekusi atas perintah Tigranes II dari Armenia.

Cleopatra V Berenice III

Anak Cleopatra IV dan Chickpea. Waktu ayah dan ibunya dipaksa bercerai oleh Cleopatra III, dia ditinggal di bawah asuhan sang nenek.

Berenice lantas dinikahkan dengan Ptolemy X (paman kandung). Setelah sang nenek dibunuh suaminya, giliran sang suami yang tewas di dalam medan perang.

Chickpea lantas kembali ke Alexandria dan menikahi anak kandungnya, si Berenice tadi. Setelah Chickpea meninggal di usia 62 tahun, Berenice ditunjuk sebagai penguasa tunggal.

Berenice ini aslinya dicintai rakyat sejak remaja. Mereka ikhlas-ikhlas saja kalau dia jadi penguasa tunggal. Namun, posisi ini juga dianggap membahayakan bagi stabilitas negara, karena selama ini Mesir selalu dikuasai dua co-rulers.

Atas cawe-cawe Romawi yang pingin mencengkeram Mesir, dikirimlah Ptolemy XI sebagai suami baru Berenice. Ptolemy XI ini sebenarnya berstatus keponakan dan anak tiri, karena orangtuanya adalah Ptolemy X dan Cleopatra Selene.

Pasangan suami istri ini saling benci sejak awal. Ptolemy XI jelas merasa kalah pamor, karena Berenice jauh lebih berkuasa darinya.

Setelah 19 hari menikah, Ptolemy XI lantas membunuh Cleopatra Berenice. Perbuatannya ini menyulut amarah rakyat. Firaun antek Romawi, kok, berani-beraninya bunuh people’s princess. Terjadilah kerusuhan besar-besaran. Warga yang berang menerobos istana dan mengeksekusi Ptolemy XI.

Cleopatra VI Tryphaina

patung kepala Cleopatra VI Tryphaina di Musée Saint-Raymond © Wikimedia Commons/Hervé Deschamps-Dargassies

Setelah Ptolemy XI tewas, Mesir kehabisan keturunan Ptolemaic. Jadi, mereka memanggil anak Chickpea dan Cleopatra IV yang diasingkan oleh Cleopatra III. Dia diangkat sebagai Ptolemy XII, tapi lebih dikenal dengan nama Aulutes (Yunani) atau Fluter (Inggris). Julukan ini diberikan karena dia punya kegemaran bermain flute.

Fluter lantas menikahi keponakan dan sepupunya, Cleopatra VI Tryphaina. Dia ini anak Cleopatra V Berenice III (saudara kandung Ptolemy XII) dan Ptolemy X (paman Ptolemy XII). Jujur, sampai sini saya sudah puyeng beneran sama silsilah keluarga kerajaan Ptolemaios.

Cleo VI yang sebelum naik tahta bernama Tryphania ini diangkat sebagai co-ruler bersama suaminya. Kepemimpinan mereka dibayang-bayangi Romawi yang makin agresif.

Kiprah Cleopatra VI Tryphaina sebagai ratu tak banyak diceritakan. Dia melahirkan lima anak untuk Fluter. Tiga anak tertuanya berjenis kelamin perempuan. Salah satunya adalah Cleopatra VII yang terkenal itu. Sementara dua anak termuda berjenis kelamin pria, yaitu Ptolemy XIII dan Ptolemy XIV.

Saat Fluter memilih menjadi boneka Romawi, pihak istana menurunkannya dari tahta. Ia lantas membawa Cleopatra VII ke Romawi.

Sementara itu, Cleopatra VI Tryphaina menjadi penguasa bersama putrinya yang paling cerdas, Berenice IV.

Baru setahun memerintah bersama putrinya, Cleopatra VI Tryphaina keburu wafat. Kelak, Berenice IV berebut tahta dengan ayahnya, Ptolemy XII yang disokong Romawi. Berenice pun tewas di tangan sang ayah.

Cleopatra VII

lukisan yang menggambarkan Cleopatra VII diam-diam menemui Julius Caesar ©1866 Jean-Léon Gérôme

Cleopatra terakhir dari Mesir yang kemungkinan adalah anak dari Cleopatra VI Tryphaina dan Ptolemy XII.

Suaminya adalah Ptolemy XIII dan Ptolemy XIV. Dia juga dikenal sebagai mistress Julius Caesar dan Marc Antony.

Cleopatra berebut tahta dengan Ptolemy XIII (suami sekaligus adik kandung) dan Arsinoe IV (saudara perempuan kandung).

Perselisihan mereka menimbulkan perang saudara yang lantas melibatkan Pompeii dan Julius Caesar, dua jendral Romawi.

Cleopatra VII menjadi kekasih Caesar untuk memperkuat posisinya sebagai penguasa Mesir. Kedua saudaranya pun berakhir tewas. Ia lantas melahirkan anak Caesar (Ptolemy XV Caesar atau Caesarion).

Setelah Caesar tewas, Cleopatra menikahi penerusnya yang bernama Marc Antony. Ia melahirkan tiga anak untuk Antony.

Cleopatra dan Antony diketahui tewas (atau bunuh diri) setelah dikalahkan oleh Octavian (di kemudian hari dikenal sebagai Agustus, kaisar pertama Romawi).


Yak, sekian ngalor-ngidul panjang saya tentang para Cleopatra dari Mesir. Silsilah yang saya tuliskan di review ini diambil dari buku The Cleopatras saja, ya. Penulisnya juga menyertakan sejarawan mana saya yang dia jadikan rujukan untuk membuat silsilah tersebut. Mulai dari Justin, Eusebius, Dio Cassius, sampai Strabo.

Sumber lain seperti Wikipedia atau History bisa jadi ada yang silsilahnya berbeda. Soalnya, silsilah dan penamaan royal family Ptolemaic ini memang bikin ruwet. Jadi, nama orangtua atau anaknya itu sebenarnya banyak yang disebut “presumably” atau “probably”. Bahkan Cleopatra yang terakhir pun sebenarnya kurang jelas siapa ibunya. Lebih sering ditulis “presumably Cleopatra VI Tryphaina”.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.