
Three determined young ladies vow to give three of London’s worst rakes their comeuppance ― but when these rogues turn the tables, who truly learns a lesson in love?

Judul: The Rake (Lessons in Love #1)
Penulis: Suzanne Enoch
Bahasa: Indonesia
Format: paperback, 405 hal.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2012)
Genre: historical romance
Judul: London’s Perfect Scoundrel (Lessons in Love #2)
Penulis: Suzanne Enoch
Bahasa: Indonesia
Format: paperback, 464 hal.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2012)
Genre: historical romance
Judul: England’s Perfect Hero (Lessons in Love #3)
Penulis: Suzanne Enoch
Bahasa: Indonesia
Format: paperback, 464 hal.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2013)
Genre: historical romance
Cerita
The Rake (Lessons in Love #1)

Enam tahun lalu, Viscount Dare sang playboy merayu Lady Georgiana Halley untuk memenangkan sebuah taruhan bodoh yang akan disesalinya di kemudian hari.
Kali ini, Georgiana menyiapkan rencana yang sederhana untuk membalas. Ia akan memainkan trik kecil untuk Dare, membuat Dare jatuh cinta padanya, lalu mematahkan hatinya. Tapi tiba-tiba Dare meminta Georgiana menikah dengannya. Georgiana kembali bimbang.
Apakah ini sebuah taruhan lain yang sedang coba dimenangkan oleh Dare?
London’s Perfect Scoundrel (Lessons in Love #2)

Kaum bangsawan memanggilnya Saint, orang suci. Namun perilaku Marquis of St. Aubyn jauh dari kata suci. Ia dikenal karena reputasinya sebagai perayu wanita paling brengsek di London.
Evelyn Ruddick tahu ia harus menghindari St. Aubyn. Tapi keinginan untuk membantu Panti Asuhan Heart of Hope membuatnya harus berhadapan dengan St. Aubyn, ketua dewan pengawas panti asuhan tersebut. Evie harus berhasil menyentuh hati St. Aubyn agar bersedia membantu anak-anak itu, atau dia harus membayar dengan tubuhnya agar Saint mengizinkan tempat itu tetap berdiri.
Tapi Evie masih punya pilihan ketiga. Meskipun pilihan ini bisa membuatnya melanggar hukum.
England’s Perfect Hero (Lessons in Love #3)

Awalnya cuma ingin memberikan pelajaran kecil tentang cinta, namun sahabat-sahabat Lucinda Barrett justru menikahi ‘murid’ mereka. Sekarang giliran Lucinda untuk menemukan ‘murid’ sekaligus jodohnya di masa depan.
Lucinda menginginkan hidup yang sederhana, jadi Robert Carroway jelas tak cocok dijadikan kandidat. Mantan prajurit yang satu ini terlalu misterius, terlalu rumit, dan terlalu penyendiri. Ada rahasia besar tersembunyi dalam diri Robert, rahasia yang membuatnya menarik diri dari kalangan bangsawan.
Namun ketika Lucinda sudah menentukan pilihan pada Lord Geoffrey, tiba-tiba Robert menawarkan diri untuk membantunya. Lalu Robert mencoba mengubah pikiran Lucinda, sementara ia sendiri masih berkutat dengan masa lalu yang tak ingin diceritakannya kepada siapapun.
3 Points for:
Story
Setting
Characterization
Writing style
Moral/interesting trivia
Level of Interest

Review
Serial ini sukses membuat saya move on dari The Wallflowers-nya Lisa Kleypas. Saking cintanya, saya sampai membaca versi ebook dan paperback terjemahannya sekaligus. Dan kalau boleh kasih saran, saya merekomendasikan yang versi non-terjemahan. Kalimat-kalimatnya terasa lebih mengalir dan enak dibaca.
Masih mengusung tema cerita yang mirip dengan The Wallflowers (dan sebagian besar novel historical romance lainnya), Lessons in Love membawa pembaca berkenalan dengan tiga wanita lajang nan lugu dari kalangan bangsawan London, Georgiana, Evelyn, dan Lucinda. Sesuai judul series-nya, misi utama tiga wanita ini adalah memberi pelajaran tentang cara memperlakukan wanita kepada tiga bujangan paling brengsek di London. Bisa ditebak, pelajaran kecil mereka berbalik menjadi roman yang dipenuhi adegan panas (lagi-lagi khas historical romance).
Saya akui, memang tidak ada perbedaan karakter yang mencolok di antara ketiga lady ini. Namun kisah mereka tetap menarik untuk diikuti. Dan seperti biasa, kekuatan historical romance terletak pada tokoh utama pria yang ‘oh so swoon-worthy‘ 🙂 Dare, Saint, dan Robert memikat dengan cara mereka masing-masing.
Di antara ketiga buku Lessons in Love, The Rake merupakan cerita yang paling tidak saya favoritkan. Saya kurang bersimpati dengan Tristan Carroway alias Viscount Dare yang merenggut kesucian Georgiana hanya demi taruhan, meskipun ia menebusnya dengan menjadi pria yang sangat bikin meleleh enam tahun kemudian.
Interaksi Dare dan keempat saudara lelakinya menjadikan The Rake terasa segar. Mereka mengingatkan saya pada keluarga Bridgerton yang witty. Rasanya saya tidak keberatan kalau masing-masing Carroway bersaudara dibuatkan buku tersendiri.
London’s Perfect Scoundrel menempati tempat kedua dalam daftar favorit saya. Salah satunya karena sifat kedua tokoh utama yang nyaris bertolak belakang. Menurut saya, opposites attract selalu jadi formula paling manjur untuk meramu historical romance yang super romantis. Dan ini saya dapatkan dalam cerita Evie dan Saint. Saint bahkan jauh lebih brengsek daripada Dare, sementara Evie adalah lady pendiam yang mencoba lepas dari dominasi kakak dan ibunya.
Keberadaan anak-anak panti asuhan membuat kisah Evie dan Saint terasa berbeda dan menarik. Tetapi tentu saja, bagian paling menarik adalah saat Evie nekat menyandera Saint. Ini yang membuat saya jatuh cinta kepada Evie.
Dan terfavorit dalam Lessons in Love buat saya adalah England’s Perfect Hero. Siapa yang tidak akan tersentuh dengan Robert ‘Bit’ Carroway, si prajurit trauma yang misterius dan rapuh? Bit yang memendam cinta pada Lucinda dan menggambarkan kehadiran gadis itu sebagai ‘secercah cahaya’ dalam hidup kelamnya benar-benar membuat saya ikut pilu. Hehehe..Singkatnya, chemistry pasangan ini jauh lebih kental jika dibandingkan Dare-Georgiana dan Saint-Evie.
Dalam buku terakhir ini, pembaca bisa bertemu kembali dengan kakak-beradik Carroway. Di sini, Carroway bersaudara menunjukkan kasih sayang mereka yang luar biasa kepada Bit. Saya dibuat terharu oleh interaksi Bit dan Edward alias Runt, si bungsu.
Satu-satunya kekurangan buku ketiga Lessons in Love adalah ending-nya yang kurang nendang. Tak ada adegan pernikahan atau epilog yang menceritakan kedua tokoh utama hidup bahagia bersama anak-anak mereka bertahun-tahun kemudian. Menurut saya, historical romance tanpa adegan happily everafter terasa kurang afdol.