[Review Buku] Djoeroe Masak: Jenang Bukan Dodol (Djoeroe Masak #1)

Saya menikmati bahasan kuliner di buku ini. Terutama karena yang dibahas adalah kuliner-kuliner khas Indonesia.

Djoeroe Masak: Jenang Bukan Dodol. © Metamind

Judul: Djoeroe Masak: Jenang Bukan Dodol (Djoeroe Masak #1)
Penulis: 
Dyah Prameswarie
Bahasa: 
Indonesia
Format:
ebook, 148 hal.
Penerbit: 
Metamind (2017)
Bisa dibaca di: 
aplikasi iPusnas
Genre: 
fiksi, kuliner, roman

Cerita

Dikutip dari Goodreads:

Kegagalan membuka restoran menjadi alasan Aidan terbang ke Yogya untuk belajar membuat jajanan tradisional. Aidan, lulusan sekolah kuliner luar negeri, dianggap chef gagal yang tak tahu kuliner negaranya sendiri.

Namun, siapa sangka kesempatan tersebut adalah awal Aidan bertemu Sedayu, wanita penjual jenang di Pasar Ngasem.

Inilah awal pasangan tersebut dipertemukan. Awal dari kisah Aidan dan Sedayu menjadi pasangan djoroe masak.

3 Points:

Story

Setting

Characterization

Writing style

Moral/interesting trivia

Level of Interest

Review

Dua hal yang pertama kali menarik perhatian saya dari buku ini adalah judul dan sampulnya yang eye-catchy. Dari sekian banyak judul yang terpampang di katalog digital aplikasi iPusnas, buku ini langsung terlihat stand out. Tapi harus saya akui pengalaman membacanya tidak seindah cinta pada pandangan pertama.

Sejak merencanakan draft untuk ulasan Djoeroe Masak, saya sudah mengira-ngira ini akan jadi review yang pendek. Sangat pendek bahkan.

Ini adalah bacaan yang benar-benar ringan. Bisa diselesaikan dalm waktu sangat singkat. Setengah hari juga kelar. Ciri khas novella memang begini. Tidak sepanjang novel, tapi juga nggak cukup pendek untuk disebut cerpen.

Djoeroe Masak: Jenang Bukan Dodol adalah buku pertama dari seri Djoeroe Masak karya Dyah Prameswarie. Masih ada tiga buku lagi yang berjudul Kelab Makan Siang Rahasia, Nona Doyan Makan, serta Sembah & Berkah.

Bisa saya katakan Djoeroe Masak: Jenang Bukan Dodol ini adalah buku yang sederhana. Sederhana dari segi karakter maupun alur cerita. Menyuguhkan roman yang bergerak cepat di antara dua karakter yang tidak diperkenalkan secara mendalam kepada para pembaca. Tak ada konflik yang benar-benar menggigit pula.

Bagi saya, sensasi membaca Djoeroe Masak: Jenang Bukan Dodol ini seperti menonton FTV. Semuanya serba terburu-buru.

Bahasan Kuliner Ciamik

Nah, meskipun dari segi cerita biasa saja, saya justru menikmati bahasan kuliner di buku ini. Terutama karena yang dibahas adalah kuliner-kuliner khas Indonesia. Salah satunya, ya jenang itu. Sedayu, sang tokoh utama sempat memberikan ‘kuliah singkat’ mengenai jenang dan dodok yang kerap dikira sama.

Kelihatannya Dyah Prameswarie memang melakukan riset yang serius sebelum menampilkan makanan-makanan unik di buku ini.

Ilustrasi kuliner yang digunakan di novel ini juga bagus. Bahkan disertai resep segala. Gambar ilustrasi, bahan, dan cara pembuatan dijadikan satu panel saja. Rasanya kepingin saya save dan upload ke Pinterest.

Dan sampai di sinilah ulasan saya terhadap Djoeroe Masak: Jenang Bukan Dodol. Beneran singkat, kan?

2 thoughts on “[Review Buku] Djoeroe Masak: Jenang Bukan Dodol (Djoeroe Masak #1)

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.